Halaman

Rabu, 06 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

BAB II
TINJAUAN TEORI
(Dhamuz zebaoth) Akper Royhan Jakarta
A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009)


Bronkopneumonia adalah gambaran pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronkus dan meluas ke parenkrim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Brunner & Suddarth, 2001).


Bronkopneumonia adalah dimulai dari bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsolidasi pada lobus-lobus didekatnya disebut juga pneumonia lobularis. (Wong D.L, dkk, 2008).


Kesimpulannya bronkhopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. Etiologi
Penyebab tersering brokopneumonia pada anak adalah pneumokokus sedang penyebab lainnya antara lain: streptococcus pneumoniae, stapilokokus aureus, haemopillus influenza, jamur (seperti candida albicans), dan virus. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Kuman masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan dari atas untuk mencapai bronciolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang tibul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagain basal.


Pneumonia dapat sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaringks atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkeoli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus khon dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritosit mengalami pembesaran dan beberapa leukisit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan sepata menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatife sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna mera. Pada tinggkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatife sedikit eritosit. Kuman pnemokokus di fogositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pnemokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan- lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.


Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membrane dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan ganguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu pernapasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada.


Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas. Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan refleks batuk. Perjalanan patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru-paru.

2. Manifestasi klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40˚C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal disertai cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis. Kadang - kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula – mula kering dan kemudian menjadi produktif. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumomonia manjadi satu mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras.

D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut, mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti etelektasis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti meningitis. Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat.

E. Penatalaksanaan
1. Terapi
a) Pemberian obat antibiotik npenisilin 50.000 U/Kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasui bertujuan untuk menghilang penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
b) Koreksi ganggau asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukusa 5 % dan Nacl 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.
c) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
d) Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas.
e) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.
2. Tindakan medis yang bertujuan untuk pengobatan
a) Pemeriksaan darah menunjukan leukositosis dengan predomainan atau dapat ditemukan leukoponenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
b) Pemeriksaan radiologis member gambaran bervariasi :
- Bercak konsolidasi merata pada bronkopnemonia
- Bercak komsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris.
- Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokok.
c) Pemeriksaan cairan pleura
d) Pemeriksaan mikrobiologi

F. Konsep Tumbuh Kembang Anak ( Usia 0-12 bulan)
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu yang selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal inilah yang membedakan anak dari orang dewasa. Jadi anak tidak bisa diidentikkan dengan dewasa dalam bentuk kecil. Ilmu Pertumbuhan (Growth) dan Perkembangan (Development) merupakan dasar Ilmu Tumbuh-Kembang oleh karena meskipun merupakan proses yang berbeda, keduanya tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan satu sama lain.Pertumbuhan dan perkembangan dianggap sebagai satu kesatuan yang mencerminkan berbagai perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Seluruh perubahan tersebut merupakan proses dinamis yang menekankan beberapa dimensi yang saling terkait (Narendra, dkk.2002)


Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan, jadi bersifat kuantitatif sehingga dengan demikian dapat kita ukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan berat. (Narendra, dkk.2002). Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009), Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran besar, jumlah, ukuran atau dimesi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (centi meter, meter).


Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit dari pada pengukuran pertumbuhan (Narendra, dkk.2002). Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009), Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan (skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.


Dari dua pengertian tersebut diatas dapat ditarik benang merah bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu, hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan untuk bernapas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak, keduanya ini tidak bisa terpisahkan.
1. Ukuran antropometrik
Dalam prakteknya, ukuran antropometrik yang bermanfat dan sering dipakai adalah berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lenga atas. Di samping itu masih ada ukuran antropometrik yang lain, terapi hanya dipakai untuk keperluan khusus misalnya pada kasus-kasus dengan kelainan bawaan atau untuk menentukan jenis perawakan.
Diantara ukuran tersebut adalah:
a. Lingkar dada, lingkar perut dan lingkar leher
b. Panjang jarak antara dua titik buah seperti biokrominal untuk leher bahu, bitrokhanterik untuk lebar pinggul, bitemporal untuk lebar kepala dan lainnya.
1) Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Merupakan hasil keseluruhan peningkatan jaringan-jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Merupakan indicator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang, di Indonesia pengukuran berat badan telah memasyarakat dengan digunakannya kartu menuju sehat (KMS) untuk monitoring pertumbuhan. Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke 10. Berat badan menjadi 2 kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan, menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur 1 tahun, dan menjadi 4 kali berat badan lahir pada umur 2 tahun.


Perkiraan berat badan dalam kilogram usia 3-12 bulan

Umur (bulan)+9
2
2) Tinggi badan
Tinggi badan rata-rata pada waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan yaitu : usia 1 tahun = 1,5 x Tinggi badan lahir. Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang penting, keistimewaan adalah nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi.
3) Lingkar kepala
Lingkar kepala mencerminkan volum intracranial, dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Laju tumbuh pesat pada enam bulan pertama bayi, dari 35 cm saat lahir menjadi 43 cm pada 6 bulan. Laju tumbuh kemudian berkurang, hanya 46,5 cm pada usia 1 tahun dan 49 cm pada usia 2 tahun. Selanjutnya berkurang menjadi drastis hanya bertambah 1 cm sampai usia 3 tahun dan bertambah lagi kira-kira 5 cm sampai usia remaja/dewasa. Oleh karena itu manfaat pengukuran lingkaran kepala terbatas sampai usia 3 tahun. Kecuali bila diperlukan seperti pada kasus hydrocephalus.
4) Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. Dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/keadaan tumbuh kembang pada kelompok usia prasekolah. Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada usia1 tahun. Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3 tahun.

2. Perkembangan
Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, tumbuh kembang mempunyai prinsip yang berlaku secara umum yaitu :
a. Tumbuh kembang pada anak merupakan suatu proses terus-menerus dari konsepsi sampai dewasa.
b. Pola tumbuh kembang pada semua anak umumnya sama, hanya kecepatannya dapat berbeda.
c. Proses tumbuh kembang dimulai dari kepala keseluruh anggota badan, misalnya mulai melihat, tersenyum, mengangkat badan, berdiri, dan seterusnya.
3. Perkembangan motorik kasar
usia 4 sampai 8 bulan
a. Menahan kepala tegak tanpa bantuan
b. Berayun kedepan dan kebelakang
c. Berguling dari telentang ketengkurap
d. Dapat duduk dengan bantuan selama interval singkat.
4. Perkembangan motorik halus
Usia 4 sampai 8 bulan
a. Menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang
b. Mengeksplorasikan benda yang sedang dipegang.
c. Menggunakan bahu dan tangan sebagai unit tunggal
d. Mengambil obyek dengan tangan tengkurap
e. Mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan
f. Memindahkan objek dari satu tangan ketangan yang lain.
5. Perkembangan sensorik
Usia 4 sampai 8 bulan
a. Berespon terhadap perubahan warna
b. Mengikuti objek dari garis tengah ke samping
c. Mengikuti objek dalam berbagai arah
d. Mencoba mencari sumber bunyi
e. Berusaha mengordinasikan tangan-mata
f. Indra penciuman sudah berkembang dengan baik
g. Mencapai batas ketajaman penglihatan dewasa
h. Bersespon terhadap suara yang tidak terlihat.
i. Menunjukan pilihan rasa.

G. Konsep Hospitalisasi ( Usia 0-12 Bulan)
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat teraupetik dan penuh dengan stress. (Narendra, dkk.2002).
Masa bayi (0-12 bulan)
Perpisahan dengan orang tua sehingga dapat mnyebabkan gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Respon terhadap nyeri, biasanya ekspresi wajah tidak menyenangkan, pergerakan tubuh, meringis keras. Peran keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit, ketakutan dan masalah tergantung penyakit, biasanya prestasi kurang informasi tentang prosedur dan pengangkatan serta tidak tebiasa dengan perawat dirumah sakit.

H. Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
1. Identitas klien : nama klien, temoat lahir, tanggal lahir, umur jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan.
2. Riwayat pola makan : rekuensi makan, jenis makan, makanan yang disenangi.
3. Pengkajian antopometri : Lingkar Lengan Atas (LLA), lingkar kepala, leingkar dada, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lipatan kulit.
4. Monitor hasil laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit, laju endap darah (LED), serum protein ( albumin dan globulin) dan hormon pertumbuhan.
5. Timbang berat badan
6. Kaji tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan.

Pengkajian Sistem (Doenges. M.E, dkk, 2000)
a. Sistem Pernapasan
Gejala : riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum : merah muda, berkarat atau purulen.
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi
Bunyi nafas : menurun atau tak ada diatas area yang terlibat, atau nafas bronkial.
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
b. Sistem neurosensori
Gejala : sakit kepala didaerah frontal
Tanda : perubahan mental (bingung, samnolen).

Pengajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional menurut Riyadi. S & Sukarmin:
1. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orang tua berpersepsi meskipun anaknya batuk masih menggap belum terjadi gangguan serius, bila asanya orang tua menganggap benar-benar sakit apa bila anak sudah mengalami sesak nafas.
2. Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
3. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4. Pola tidur-istirahat data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
5. Pola aktifitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong orang tuanya atau bedres.
6. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah di sampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat di rawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru disampaikan.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.
8. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupuan yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat orangtua).
9. Pola seksualitas-reproduktif
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan yang menstruasi pada wanita terapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.
10. Pola toleransi stress-koping
Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang domain adalah mudah tersinggung dan suka marah.
11. Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan.



Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah menunjukan leukositosis dengan predomainan atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
b. Pemeriksaan radiologis member gambaran bervariasi :
1) Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
2) Bercak komsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris.
3) Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokok.
c. Pemeriksaan cairan pleura
d. Pemeriksaan mikrobiologi, dapat dibiak dari specimen usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau aputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru. (Mansjor, A. 2000)

I. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul langkah berikutnya adalah menganalisa data, sehingga diperoleh diagnosa keperawatan yang artinya adalah masalah kesehatan aktual atau potensial. Terjadi masalah kesehatan (pada seseorang, kelompok, atau keluarga) yang dapat ditangani oleh perawat untuk menentukan tindakan perawat yang untuk mencegah, menanggulangi, atau mengurangi masalah tersebut.
Adapun diagnosa yang ditemukan pada penyakit bronkopneumonia antara lainya yaitu;
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Pernapasan cepat dan dangkal (RR mungkin >35 kali/menit)
b. Bunyi nafas ronkhi basah, terdapat retraksi dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
c. Pasien mengeluh sesak nafas.
d. Batuk biasanya produktif dengan produksi sputum yang cukup banyak.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Dispnea, sianosis
b. Takipne dan takikardi
c. Gelisah atau perubahan mental
d. Kelemahan fisik
e. Dapat juga terjadi penurunan kesadaran
f. Nilai AGD menujukan peningkatan PCO² (normal PCO² 35-45 mmHg), sedangkan pada kondisi asidosis dapat menjadi 70 mmHg dan penurunan PH (normal PH 7,35-7-45, kalau asidosis 7,25 mmhg ).

3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkrim paru.
kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Pasien mengeluh dadanya sakit.
b. Pasien terlihat meringis kesakitan.
c. Terlihat gerakkan dada terbatas saat bernafas
d. Perilaku distraksi, gelisah.
e. Tampak perilaku seperti meringis kesakitan, menangis, rewel.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen atau kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Laporan verbal kelemahan kelelahan, keletihan.
b. Pasien tampak lemah, saat dicoba untuk bangun pasien mengeluh tidak kuat.
c. Nadi teraba lemah dan cepat dengan frekuensi >100 kali permenit.

5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Pasien mengeluh lemah
b. Berat badan anak mengalami penurunan.
c. Kulit tidak kencang.
d. Nilai laboratorium Hb kurang dari 9 gr/dl (normal usia 1 tahun keatas 9-14 gr/dl.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan toksemia.
Dibuktikan dengan data:
a. Pasien tampak merah wajahnya
b. Suhu tubuh sama dengan atau lebih 37,5˚C
c. Pasien menggigil
d. Nadi naik (diatas 100 kali permenit).

J. Perencanaan Keperawatan
Tahap selanjutnya yaitu perencanaan yang meliputi perkembangan strategi sasaran untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menentukan rencana dokumentasi.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas terpenuhi.
Kriteria hasil : Pernapasan normal, bunyi nafas normal, klien tidak sesak, tidak ada sputum.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji frekuensi atau kedalaman pernadasan dan gerakan dada.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara.
c. Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
d. Section secara indikasi.
e. Lakukan fisioterapi dada.
f. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontra indikasi).
g. Tawarkan air hangat dari pada dingin.
Kolaborasi
a. Terapi obat-obatan bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi. Contoh pemberian obat ventolin dan bisolvon.
b. Berikan obat bronkodialtor, ekspetoran, dan mukolitik secara oral.
c. Berikan cairan tambahan misalnya cairan intravena.
d. Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri.
e. Kolaborasi pemberian antibiotik.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi dispnea, tidak sianosis, kesadaran compos mentis, nilai AGD dalam batas normal.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
b. Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku dan jaringan sental.
c. Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
d. Awasi frekuensi jantung atau irama.
e. Awasi suhu tubuh.
f. Kaji tingkat ansietas sediakan waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau susun bersama jadwal pertemuan.
Kolaborasi:
a. Berikan terapi oksigen dengan benar
b. Pemantauan AGD (Analisa Gas Darah).

3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkrim paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dada hilang.
Kriteria hasil : Dada tidak sakit lagi, klien menunjukkan muka yang rileks, ekspresi wajah santai.
Intervensi keperawatan :
a. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter, atau lokasi atau intensits nyeri.
b. Pantau tanda vital
c. Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak, menonton film tentang anak.
d. Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi, atau latihan nafas.
e. Anjurkan keluarga atau pasien dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen atau kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intoleransi aktivitas teratasi.
Kriteria hasil : Klien tidak lemah, tidak letih, klien dapat melakukan aktivitas.



Intervensi keperawatan :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktifitas.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Batu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien tidak lemah, berat badan klien bertambah, nilai Hb normal.
Intervensi keperawatan :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
d. Auskultsi bunyi usus.
e. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
f. Berikan makanan porsi kecil.
g. Evaluasi status nutrisi umum.


6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan toksemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan peningkatan suhu tubuh teratsi.
Kriteria hasil : Suhu klien normal (36˚C-37˚C), klien tidak menggigil, nadi klien dalam batas normal.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam.
b. Pantau warna kulit dan suhu.
c. Berikan dorongan untuk minum sesuai perasaan.
d. Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya: kompres hangat.
Kolaborasi:
a. Berikan antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.

K. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun, prinsip-prinsip melakukan asuhan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta memberikan penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan pada klien. Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan memfasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain
1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen,dan dependen.
3. Dokumentasi : Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara lengkap dan akurat.

L. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan yang diberikan proses evaluasi terdiri dari
a. Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
b.Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif, fleksibel dan efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar