Halaman

Senin, 31 Januari 2011

EPIDEMIOLOGI TB PARU

SURVEY OF TUBERCOLOSIS AND EPIDEMIOLOGI DISCRIPTION OF TUBERCULOSIS
IN KESENET BANJARMANGU BANJARNEGARA DISTRICT
Abstract
Mycobacterium tuberculosis has been infecting one-third of world population, WORLD
health Organization (WHO) report about 8 million of wold population suffered from
tuberculosis with 3 million people death per year. Though this disease is pertained cruelty,
but the awareness of sosiety is still low. It can be seen from the finding number of lugs
tuberculosis patient. This research is aimed calcuate the amount of lungs tuberculosis
clinical suspects in Kesehatan Village of Banjarnegara distric. The research used descriptive
method which is done by survei method and Cross setional approach. The result showed that
finding of of tubercolosis suspects was 27 person (26,21%). There was 8 (29,62%) as
primary contact,and 3 person (11,11%) as tubercolosis contact source. The gender factor is
mostly men thah can be found in 16 person (66,67%). With average age 31-45 years old.
Their education level factor is mostly elementary school with fixed job but low income. based
on the smoking habit. 15 (55,56%) suspects of lungs tuberkulosis are active smoker. The most
consumption lings tuberculosis uspects are ineligible in illumination and ventilation.
Mearwhile, their floor are elligilible of health.
Keyword : suspect,tuberculosis,epidemiology

TB PARU
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa, mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering
disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa (Royhan, 2011). Pada tahun 1993, WHO
telah mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada
sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali. Di
Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang utama.
Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur.

Sabtu, 29 Januari 2011

HIDROSEPALUS

BAB. I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Hidrosefalus telah dikenal sejak zaman Hipocrates, saat itu Hidrosefalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan.
Disaat ini denga teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hidrosefalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu menderita Hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan khusus.
Peran perawat dalam hal ini adalah membantu menjelaskan pada klien bahwa hidrosefalus merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan memerlukan penanganan yang khusus .
Komplikasi
Berdasarkan hal tersebut di atas maka kelompok mengambil kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hidrosefalus”.







B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan agar mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan Mahasiswa mampu :
a. Menyebutkan pengertian Hidrosefalus
b. Menyebutkan Etiologi Hidrosefalus
c. Menjelaskan Patofisiologi Hidrosefalus
d. Menyebutkan komplikasi Hidrosefalus
e. Menyebutkan penatalaksanaan Hidrosefalus
f. Menjelaskan pengkajian pada klien anak dengan Hidrosefalus
g. Menyebutkan diagnosa keperawatan pada kasus Hidrosefalus
h. Menyebutkan perencanaan keperawatan pada kasus Hidrosefalus
i. Menyebutkan pelaksanaan keperawatan secara teori
j. Menyebutkan evaluasi Keperawatan secara teori















BAB. II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel sebral, ruang subarachniod atau ruang subdural. ( Suriadi dan Yuliani , 2001 )
Hidrosefalus adalah timbul bila ruang cairan serebro spinallis internal atau eksternal melebar. ( Mumenthaler , 1995 )
Hidrosefalus adalah keadaan fatologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal . ( Ngastiyah , 2005 )

B. Etiologi
Adapun penyebab dari Hidrosefalus adalah terjadi sebagai akibat dari obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi cairan serebro spinal dan terdapat penyumbatan aliran css pada salah satu tempat pembentukan css dalam system ventrikel dan tempat absorsi dalam ruang subraraknoid.

C. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Hidrosefalus terjadi karena adanya gangguan absorbsi cairan serebro spinal dalam subarachnoid dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebro spinal masuk kerongga subaracnoid karena infeksi, neoplasma, pendarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin, cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ – organ yang terdapat dalam otak.






Infeksi, neoplasma, pendarahan
Malformasi perkembangan otak janin..





Gangguan absorpsi aliran serebrospinal Obstruksi aliran cairan serebros
Diruang subarachoid ( communicating pinal melalui system ventrikel
Hidrosefalus ) non communication hidrosefalus.




Akumulasi cairan serebrospinal diventrikel


Ventrikel diatas menekan organ – organ yang
Terdapat didalam otak diventrikel .


3. Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala Hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS. Biasanya pada bayi ditemukan pembesaran pada kepala, fontanel anterior menonjol, vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi creckedpot ( tanda macewen ), mata terlihat kebawah, mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstremitas bawah.


D. Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intracranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi : seftikemia, endokarditis, infeksi luka, prefitis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak .
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat abstruksi mekanik
5. Hematomi subdural, peritonitis, abses abdomen, hernia dan ileus
6. Kematian

E. Penatalaksanaan
1 . Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan Hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakanial
2 . Tindakan medis yang bertujuan untuk pengobatan
1 . Non pembedahaan: pemberian acotazolamide dan isosorbide atau farosemide mengurangi produksi cairan serebro spinal.
2 . Pembedahaan : pengangkatan penyebab abstruse mis; neoplasma, kista atau haematom; pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel keruang elestra cranial mis; kerongga peritoneum, atrium kanan dan rongga pleura.

F. Pengkajian keperawatan
 Riwayat keperawatan
 Kaji adanya pembesaran kepala pada bayi, vena terlihat jelas pada kulit kepala, bunyi crackedpot, penurunan kesadaran opisthotonus, dan spatik pada ekstremitas bawah.
 Kaji lingkar kepala
 Kaji ubun – ubun bila ia menangis
 Kaji perubahan tanda vital
 Kaji pila tidur, prilaku dan interaksi
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ggangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan meningkatnya tekanan intracranial.
2. Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
3. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intek yang kurang disertai muntah.

H. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan meningkatnya tekanan intracranial.
Tujuan : Kjien akan merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil : Klien menyatakan nyerinya berkurang.
Intervensi : mandiri
a. Menjelaskan penyebab nyeri
Rasional: Mengurangi kecemasan klien dan meningkatkan pengetahuan klien tentang penyebab nyeri.
b. Mengatur posisi klien
Rasional : Mengurangi rasa nyeri sebelah.
Kolaborasi : Pemberian terapi obat analgesic.
2. Kecenasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Tujuan : Kecemasan orangtua berkurang atau dapat diatasi.
Kriteria hasil : Klien merasa lebih enak disbanding sebelum operasi.
Intervensi mandiri :
a. Menjelaskan kepada orang tua tentang masalah anaknya terutama ketakutannya menghadapi operasi.
Rasional : Mengurangi rasa kecemasan orang tua dengan prosedur yang akan diberikan kepada anaknya nanti.
3. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intek yang kurang disertai muntah.
Tujuan : Tidak lagi terjadi kekurangan cairan dan elektrilit.
Kriteria hasil : Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi.
Intervensi mandiri :
a. Kaji tanda – tanda kekurangan cairan.
Rasional : Mengetahui seberapa banyak cairan yang akan diberikan nanti.

b. Monitor intake dan out put.
Rasional : Mengetahui berapa banyak pemasukan dan pengeluaran cairan dalam tubuh kita.

I . Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.

Tahap Pelaksanaan :
a. Review tindakan keperawatan yang mengidentifikasikan pada tahap perencanaan .
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan dalam keperawatan yang perlu dilakukan.
c. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang perlu.
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif dan nyaman.

J. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan, dan bertanggung jawab atas status dan kemajuan kesehatan klien terhadap pencapaian yang diinginkan.
Tahap evaluasi : .
a. Evaluasi proses
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau respon klien.
b. Evaluasi hasil :
Merupakan kegiatan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan.
Tujuan tercapai :
Tujuan ini dikatakan tercapai apabila klien tidak menunjukkan perubahaan dan kemajuan yang sesuai dengan criteria yang ditetapkan.






DAFTAR PUSTAKA


Darsono dan Himpunan dokter Spesialis Syaraf Indonesia dengan UGM .2005 . Buku Ajar Neurologi Klinis . Yogyakarta : UGM Press.

Ngastiyah . 2005 . Keperawatan Anak Sakit .Edisi 2 .Jakarta : EGC.

Rita yuliani dan Suriadi .2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi 2 . Jakarta : CV. Sagung Seto .

LAPORA N PENDAHULUAN ANEMIA DAMUS

LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA
A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada atau Hb < 12 g/dl dan Ht 37 % pada wanita.
( Arief Mansjoer, hal 547 )
Anemia adalah istilah yang menunjukan adanya rendahnya hutung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.
( Brunner and sudarth, hal 935 )
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawahnilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin , dan volume packed red blood cells ( hematokrit ) per 100 ml darah.
( Sylvia A. Price, hal 256 )


Klasifikasi anemia :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia definsiensi besi
b. Anemia penyakit kronik
2. Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12
b. Defisiensi asam folat
3. Anemia karena perdarahan
4. Anemia hemolitik
5. Anemia aplastik
( Arief mansjoer, hal 547 )

B. Patofisiologi
1. Etiologi
Penyebab Anemia yaitu :
1. Produksi sel darah merah tidak mencukupi
2. Sel darah merah premature atau pengancuran sel darah merah berlebihan
3. Kehilangan darah
4. Kekurangan Nutrisi
5. Penyakit kronis
( Brunner and Sudarth, hal 935 )



2. Manisfestasi klinis
a. Pucat
b. Kelemahan
c. Sesak nafas pada latihan
d. gelisah ( keringat dingin )
e. diaphoresis
f. takikardia
g. angina ( sakit dada )
h. sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus berkurangnya oksigen pada SSP




3. Proses penyakit





















4. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Parestesia
c. Kejang

C. Penatalaksanaan medis
1. Test diagnostic
• Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hemotokrit menurun
• Jumlah eritrosit : menurun ( AP ), menurun berat ( aplastik ); MCV ( volume korpuskural rerata )dan MCH ( hemoglobin korpuskural renata ) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hiprokromik (DB), peningkatan ( AP ), Pansitopenia ( aplastik )
• Jumlah retikulosit : bervariasi, mis : menurun ( AP ), meningkat ( respon sumsum tulang terhadap kehilangan darah / hemolisis )
• Pewarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk ( dapat menindikasikan tipe Kusus anemia )
• LED : peningkatan menunjukan adanya reaksi inflamasi misal peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignansi
• Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek
• Test kerapuhan eritrosit : menurun ( DB )
• SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM ( diferensial ) mungkin meningkat ( hemolitik ) atau menurun ( aplastik )
• Jumlah trombosit : menurun ( aplastik ); meningkat ( DB ); normal atau tinggi (hemolitik)
• Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin
• Bilirubin serum ( tak terkonjugasi ) : menungkat ( AP, hemolitik )
• Besi serum : tak ada ( DB ); tinggi ( hemolitik )
• Masa perdarahan : memanjang ( aplastik )
• Aspirasi sum-sum tulang/pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran dan bentuk, membentuk membedakan tipe anemia, missal peningkatan megaloblas ( AP ), lemak sum-sum dengan penurunaan sel darah ( aplastik )
• Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan ; perdarahan GI
( Marylin E doengoes hal 572 )


2. Terapi
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang yang disesuaikan dengan etiologi dari dari anemianya.
a. Istirahat total dan menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan kelemahan sampai kesehatan klien pulih
b. Diet yang seimbang dengan makanan tinggi protein tinggi kalori, buah – buahan dan sayuran sangat dianjurkan
c. Tranfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan trombosit, berikan darah segar atau platelet concentrate
d. Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat trombositopenia berat.
e. Pemberian preparat Fe


D. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien
Aktifitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum
Kehilangan produktifitas
Toleransi terhadap latihan rendah
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : takikardia/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
Ataksia, tubuh tidak tegak
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang
menunjukkan keletihan.


Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, missal perdarahan GI kronis,
menstruasi berat ( DB );
angina, CHF ( akibat kerja jantung berlebih )
riwayat endokarditis infektif kronis
palpitasi ( takikardia kompensasi )
Tanda : TD : peninggkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi
melebar; hipotensi Postura
Dysritmia : abnormalitas EKG missal depresi segment ST dan pendataran
atau depresi
gelombang T ; takikardia
bunyi jantung murmur sistolik ( DB )
ekstremitas ( warna ): pucat pada kulit dan membrane mukosa
konjungtiva, mulut, bibir ) dan dasar kuku
Sklera : biru atau putih seperti mutiara ( DB )
Pengisian kapiler melambat ( penurunan aliran darah ke periper dan
vasokontriksi kompensasi )
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok ( koilonikia ) ( DB )
rambut : kering, mudah putus, menipis ( AP )

Integritas ego
Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, missal
penolakan transfuse darah
Tanda : Depresi

Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal
Flatulen, sindrom malabsorpsi ( DB )
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
Diare atau konstipasi
Penurunan haluaran urin
Tanda : distensi abdomen

Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet ( DB )
Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan ( Ulkus pada faring )
Mual /muntah, dyspepsia, anoreksia
Adanya penurunan berat badan
Tidak pernah puas untuk mengunyah atau pika untuk es, kotoran
tepung jagung, cat,
tanah liat dan sebagainya ( DB )
Tanda : lidah tampak merah daging / halus ( AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12
Membrane mukosa kering, pucat
Turgor kulit : buruk, kering, tampak kusut/hilang elastisitas (DB )
Stomatitis dan glatitis ( status defisiensi )
Bibir : selitis, mis, imflamasi bibir dengan sudut mulut pecah ( DB )

Hygiene
Tanda : kurang bertenaga , penampilan tak rapih


Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi
Insomnia, penurunan pengelihatan, dan bayangan pada mata
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; prestasia tangan / kaki (
AP ); klaudikasi
Sensasi menjadi dingin
Tanda : peka ransang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis
Mental : tak mampu berespons lambat dan dangkal
Oftalmik : hemoragis retina ( aplastik, AP )
Epistaksis, perdarahan dari lubang-lubang
Gangguhan koordinasi, ataksia : penurunana rasa getar dan posisi
paralisis ( AP )

Nyeri/ketidaknyamannan
Gejala : nyeri abdomen samar; sakit kepala ( DB )

Pernafasaan
Gejala : riwayat TB, abses paru
Nafas pendek pada istrahat dan aktivitas
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea


Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terdahdap bahan kimia, mis, benzene,
insektisida, fenilbutason, naftalen
riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan
riwayat kanker, terapi kanker
tidak toleran terhadap dingin/atau panas
tranfusi darah sebelumnya
gangguan penglihatan
penyembuhan luka buruk, sering infeksi
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam
Limfadenopati umum
Petekie dan ekimosis ( aplastik )

Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amnore ( DB )
Hilang libido (pria dan wanita )
Impotent
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat

E. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplay oksigen ( pengiriman ) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan untuk mencerna makanan / absorbs nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d
 perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia)
 gangguan mobilitas
 deficit nutrisi
5. Konstipasi atau diare b.d
 penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan
 efek samping terapi obat
6. Resiko tinggi infeksi b.d
 pertahanan sekunder ( tidak adekuat mis; penurunan hemoglobin leucopenia, atau
penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan )
 pertahanan utama tidak adekuat missal kerusakan kulit, stasis cairan tubuh; prosedur invasive, penyakit kronis, malnutrisi.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d
 Kurang terpajan/mengingat
 Salah interpretasi informasi
 Tidak mengenal sumber informasi


F. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen
Seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24
jam diharapkan perubahan perfusi jaringan dapat
teratasi
Kriteria Hasil : menunjukkan perfusi adekuat missal tanda vital stabil,
Membrane mukosa warna merah muda, pengisian
kapiler baik, haluaran urin adekuat; mental seperti biasa.
Intervensi :
Mandiri :
 Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa,dasar kuku
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan

Intervensi :
 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi
 Awasi upaya pernapasan : auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius
Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan
Jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung
 Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional :Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardia/potensional resiko infark
 Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung
Rasional : dapat mengindikasikan gangguan fumgsi serbral karena
hipoksia atau defisiensi vitamin B12
 Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
Rasional : vasokostriksi (keorgan vital) menurunkan sirkulasi
perifer.kebutuhanrasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindaripanas berlebihan pencetus vasodiltasi (penurunanperfusi organ)
 Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas.ukur suhu air mandi dengan thermometer
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
gangguan oksigen

Kolaborasi :
 Awasi pemeriksaan laboratorium, missal Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi.
 Berikan SDM darah lengkap, produk darah sesuai indikasi.awasi ketat untuk komplikasi tranfusi
Rasional : meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen;
memperbaiki defisiensi untuk memperbaiki perdarahan
 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : memaksimalkan tranfor oksigen kejaringan
 Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi
Rasional : transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan
sumsum tulang/anemia aplastik

Diagnose 2 : Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan antara
suplay oksigen ( pengiriman ) dan kebutuhan.
Tujuan : Intoleran aktivitas teratasi
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi,
missal nadi pernapasan, dan TD masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
Mandiri :
 Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi
 Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
Rasional : menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien.
 Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respon terhadap tingkat aktivitas ( missal peningkatan denyut jantung/TD, disritmia,pusing, dispnea, takipnea, dsb )
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan
paru untukmembawa jumlah oksigen adekuat kejaringan
 Berikan lingkungan tenang.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
 Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
 Rasional : hipotensi postural atau hipoksia serbral dapat
menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan risiko
cidera.
 Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.pilih metode istirahat dengan periode aktivitas
Rasional : Mempertahankan tingkat energy dan meningkatkan
regangan pada system jantung dan pernapasan
 Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.
Rasional : membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sesuatu sendiri
 Gunakan tehnik untuk penghematan energy, missal mandi debgab duduk, duduk untuk melakukan tugas – tugas
Rasional : mendorong pasien melakukan banyak dengan
membatasi penyimpangan energy dan mencegah kelemahan
 Anjurkan pasien untuk menghentikan aktiviatas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi
Rasional : regangan/stress kardiopulmonal dapat menimbulkan
dekompensasi/kegagalan.

Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
untuk mencerna makanan / absorbsnutrient yang
diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
kriteria hasil : a. menunjukkan peningkatan BB atau BB stabil dengan
nilai laboratorium normal
b. tidak mengalami tanda malnutrisi
c. menunjukkan prilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan BB yang sesuai
Intervensi :
Mandiri :
 Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
 Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
 Timbang BB tiap hari
Rasional : mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi
 Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan
Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
 Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia)
pada organ
 Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan
kemungkinan infeksi
Kolaborasi :
 Konsul pada ahli gizi
Rasional : membantu dalam membuat rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan individual
 Pantau pemerikasaan laboratorium, missal Hb/Ht, BUN, albumin, protein, transferin, besi serum, B12, asam folat, elektrolit serum
Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan,
termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan
 Berikan obat sesuai indikasi, missal ;
Vitamin dan suplemen mineral, missal sianokobalamin ( vitamin B12 ), asam folat, asam askorbat ( vitamin C )
Besi dextran
Tambahan besi oral, missal ferosulfat, feroglukonat
Asam hidroklorida (HCL)
 Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam sesuai inikasi
Rasional : bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan
yang dapat ditoleransi pasien
 Berikan asupan nutrisi, missal ensure, isocal
Rasional : meningkatkan masukan protein dan kalori

Diagnose 4 : resiko tinggi kerusakan inegritas kulit b.d perubahan
sirkulasi dan neurologis (anemia)
tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
kriteria hasil : mempertahankan integritas kulit
mengidentifikasi factor risiko / prilaku individu untuk
mencegah cidera dermal
intervensi :
mandiri :
 Kaji integritas kulit, catat peubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, eksoriasi
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan
imobilisasi jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi atau rusak
 Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler
 Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun
Rasional : area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi
 Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis
Kolaborasi :
 Gunakan alat pelindung , missal kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung, tumit, siku, dan bantal sesuai indikasi
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit

Diagnosa 5 : konstipasi atau diare b.d penurunan masukan diet, perubahan proses Pencernaan
Tujuan : konstipasi atau diare teratasi
Kriteria hasil : Membuat/kembali pola normal
Menunjukkan perubahan perilaku/poa hidup yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat
Intervensi :
Mandiri :
 Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
Rasional : membantu megidentifikasi penyebab/factor pemberat dan intervensi yang tepat.
 Auskultasi bunyi usus
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
 Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi. Kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi defisiensi diet.
 Dorong masukkan cairan 2500 – 3000 ml/hari dalam toleransi jantung
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila
konstipasi. Akan membantu mempertahankan status hidrasi pada diare
 Hindari makanan yang membentuk gas
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
 Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Rasional : mencegah eksoriasi kulit dan kerusakan

Kolaborasi :
 Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal sehingga merangsang untuk defekasi
 Berikan laksatif atau enema sesuai indikasi
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi
 Berikan obat anti diare missal difenoxilat hidroklorida dengan atropine (lomotil) dan obat pengabsorbsi air missal metamucil
Rational : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi



G. Pelaksanaan / Implementasi
Implementasi adalah proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari tindakan keperawatan, pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan / memberikan asuhan keperawatan tujuannya berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan keperawatan kesehatan berkelanjutan pada klien.
Proses / tahapan ada 5 yaitu :
a. Mengkaji ulang klien
Fase ini merupakan komponen yang memberikan mekanisme bagi perawat yang yang menentukan apakah tindakan keperawatan yang disusunkan masih sesuai
b. Mengklasifikasi ulang klien
c. Mengidentifikasi bidang bantuan berupa tenaga pengetahuan serta keterampilan
d. Mengimplementasikan
Mencatat semua tindakan yang dilakukan yaitu tanggal dan waktu, nama dan paraf perawat yang jelas
e. Mengevaluasi


H. Evaluasi
1. Pengertian
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh manatujuan dan rencana keperawatan tercapai / tidak
2. Jenis evaluasi
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera ( pendokumentasian dan implementasi )
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dengan analisa status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan direncanakan pada tahap perencanaan

Penentuan keputusan yang mengacu pada keputusan :
a. Tujuan tercapai
Tujuan ini dikatakan tercapai apabila klien telah mengajarkan perubahan dengan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah.
c. Tujuan menunjukkan adanya perubahan kearah kemajuan sebgian kriteria yang diharapkan



I.Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth.(2001).Buku Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.vol.2.Jakarta:EGC
Doenges,Marilynn E.(1999).Rencan Asuhan Keperawatan:pedoman untuk perencanaan & pendokumentasian keperawatan Px.Edisi 3 Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif dkk.(2001).Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 8.jilid 1.Jakarta:Media Aescuylarius FKUI.
Price,sy(via Anderson.(2005).Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6.Jakarta:EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAMUS

LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
( CONGESTIF HEART FAILURE )

A. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan / kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.
( Arief Mansjoer, 2001 )
Gagal jantung kongestif adalah suatu kegagalan yang terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastolic. Hal ini menyebabkan volume diastolic – akhir ventrikel secara progresif bertambah.
( Corwin J. Elisabeth, 2000 )
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa jumlah darah yang adekuat ke dalam sirkulasi sistemik untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
( Betz L. Cecily, 2002 )
Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effon intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced longevity).
(Sarwono Waspadji, 1999 )

B. Patofisiologi
a. Etiologi
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokard (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.




4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Peradangan dan penyakit miokardium berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanismeyang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis : stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis : tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis : infusiensi katup AV). Penigkatan mendadak after load akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “ maligna “) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.

6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (metabolic dan respiratorik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

b. Manifestasi Klinis
1. Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.

2. Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bias kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai bercak darah.

3. Mudah Lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

4. Kegelisahan dan Kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi kecemasan, terjadi juga dispnu, yang pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan lingkaran setan.

5. Edema
Di mulai pada kaki dan tumit (Edema Dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

6. Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan pada rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.

7. Anoreksia dan Mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.

8. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan membaik istirahat.

9. Lemah
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

c. Proses Penyakit
Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor, sebagian besar respons reflek yang dicetuskan oleh pengaktifan baroreseptor secara bermakna memperparah perkembangan gagal jantung. Hal ini terjadi karena respons – respon reflek tersebut menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (pre load) atau semakin menurunkan volume sekuncup dengan meningkatkan afterload yang harus di lawan oleh kerja pompa ventrikel.
Peningkatan pre load dan after load menyebabkan peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung. Apabila kebutuhan oksigen yang meningkat tersebut tidak dapat terpenuhi, maka serat – serat otot menjadi semakin hipoksik sehingga kontraktilitas berkurang. Siklus perburukan gagal jantung terus berulang. Karena refleks – refleks tersebut terus menyebabkan peningkatan pengisian dan peregangan jantung dan / atau afterload, maka tekanan darah terus berada di bawah normal, sehingga reflek – reflek tersebut tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut kecuali apabila siklus pengisian berlebihan, penurunan volume sekuncup dan penurunan tekanan darah dapat ditangani (Corwin J. Elisabeth, 2000)


















d. Komplikasi
1. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hopoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.

2. Episode Tromboembolik
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intracranial dan intravaskuler. Begitu pasien meningkatkan aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah thrombus dapat terlepas (thrombus yang terlepas dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru. Episode emboli yang tersering adalah emboli paru, gejala emboli paru meliputi nyeri dada, sianosis,nafas pendek dan cepat hemoptisis (batuk berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru, menghasilkan suatu infark paru. Nyeri yang dirasakan bersifat pleuritik artinya akan semakin nyeri saat bernafas dan menghilang saat pasien menahan nafasnya.



3. Efusi Perikardial dan Tamponade Jantung
Efusi pericardial mengacu pada masuknya cairan kedalam kantung pericardium. Kejadian ini biasanya disertai perikarditis, gagal jantung atau bedah jantung. Secara normal kantung pericardium berisi cairan sebanyak kurang lebih dari 50 ml. cairan pericardium akan terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata. Namun demikian perkembangan efusi yang cepat dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkanpenurunan curah jantungserta aliran balik vena ke jantung. Hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
Tanda cardinal gangguan ini adalah tekanan darah arteri menurun, tekanan denyut nadi menurun, tekanan vena meningkat dan bunyi jantung yang lemah.

C. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah sebagai berikut
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan – bahan farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic diet dan istirahat.
a. Tes Diagnostik
1. EKG : Hipertropi, atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi / struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan Jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufiensi.
5. Rontgen Dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi / hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
6. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

b. Terapi
1. Oksigenasi
Oksigenasi diberikan dalam jumlah yang adekuat untuk mengurangi hipoksia dan dispnu.
2. Morfin
Morfin diberikan secara intravena dalam dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnu.
3. Diuretik
Terapi diuretic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespons pembatasan aktifitas, digitalis dan diit rendah natrium.
4. Digitalis
Digitalis berfungsi meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meemprlambat frekuensi jantung.efek awal keracunan digitalis adalah anoreksia, mual dan muntah. Gejala lain keracunan digitalis meliputi pandangan kabur, kelemahan, pusing dan depresi mental.
5. Vasodilator
Obat – obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung. Obat – obat vasodilator telah lama digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikelobat – obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena.

6. Pembatasan Natrium
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagl jantung.

D. Pengkajian
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan / kelelahan terus menerus sepanjang hari.
Insomnia.
Nyeri dada dengan aktifitas.
Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental, mis : letargi.
Tanda vital berubah pada aktifitas.

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru / akut, episode GJK sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia, syok septic.
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan) ; normal (GJK ringan atau kronis) ; atau tinggi (kelebihan beban cairan).
Tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup.
Frekuensi jantung : Takikardia (gagal jantung kiri).
Irama jantung : Disritmia
Nadi apical : PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior kiri.
Warna : kebiruan, pucat, abu – abu, sianotik.
Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar : pembesaran / dapat teraba, reflek hepatojugularis.
Edema : Mungkin dependen, umum, atau pitting, khususnya pada ekstremitas ; DVJ.

4. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, kuatir, takut.
Stres yang berhubungan dengan penyakit / keprihatinan financial (pekerjaan / biaya perawatan medis).
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.

5. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine gelap.
Berkemih pada malam hari (nokturia).
Diare / konstipasi.

6. Makanan / Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan.
Mual / muntah.
Penambahan berat badan signifikan.
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Pakaian / sepatu terasa sesak.
Diet tinggi garam / makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein.
Penggunaan diuretic.
Tanda : Penambahan berat badan cepat.

7. Higiene
Gejala : Keletihan / kelemahan, kelelahan selama aktifitas perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

8. Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut piker, disorientasi.
Perubahan perilaku, mudah tersinggung.

9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis.
Nyeri abdomen kanan atas.
Sakit pada otot.

Tanda : Tidak tenang, gelisah.
Fokus menyempit (menarik diri).
Perilaku melindungi diri.

9. Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal.
Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
Riwayat penyakit paru kronis.
Penggunaan bantuan pernapasan, mis : oksigen dan medikasi
Tanda : pernapasan : takipnea, pernapasan dangkal, pernapasan labored ; penggunaan otot aksesori pernapasan, nasal flaring.
Batuk : kering / nyaring / non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan / tanpa pembentukan sputum.
Sputum : mungkin bersemu darah, merah muda / berbuih (edema pulmonal).
Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan mengi.
Fungsi mental : mungkin menurun ; letargi ; kegelisahan.
Warna kulit : Pucat atau sianosis.

10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental.
Kehilangan kekuatan atau tonus otot.
Kulit lecet.

11. Interaksi Sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktifitas social yang biasa dilakukan.

12. Pembelajaran atau Pengajaran
Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan obat – obat jantung, mis, penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Curah jantung, Menurun
Mungkin berhubungan dengan : perubahan kontraktilitas miokardial / perubahan inotropik.
Perubahan structural (mis ; kelainan katup, aneurisme ventricular).
Kemungkinan dibuktikan oleh : Peningkatan frekuensi jantung (takardia) ; disritmia ; perubahan gambaran pola EKG.
Perubahan tekanan darah ( TD) (hipotensi / hipertensi).
Bunyi jantung ekstra (S3, S4).
Penurunan pengeluaran urin.
Nadi perifer tidak teraba.
Kulit dingin kusam ; diaphoresis.
Ortopnea, krakles, JVD, pembesaran hepar, edema.
Nyeri dada.

2. Diagnose keperawatan : Intoleran Aktifitas
Dapat dihubungkan dengan : Ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan.
Kelemahan umum.
Tirah baring lama / imobilisasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Kelemahan, kelelahan.
Perubahan tanda vital, adanya disritmia.
Dispnea.
Pucat.
Berkeringat.

3. Diagnosa keperawatan : Kelebihan Volume cairan
Dapat dihubungkan dengan : Menurunnya laju filtrasi glomerolus (menurunnya curah jantung) / meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium / air.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Ortopnea, bunyi jantung S3.
Oliguria, edema, DVJ, refleks hepajugular positif.
Peningkatan berat badan.
Hipertensi.
Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

4. Diagnosa keperawatan : Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi
Faktor resiko meliputi : Perubahan membrane kapiler – alveolus, contoh : pengumpulan / perpindahan cairan kedalam area interstidisial / alveoli.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnose actual.

5. Diagnosa keperawatan : Integritas kulit, kerusakan, resiko tinggi terhadap
Faktor resiko meliputi : Tirah baring lama.
Edema, penurunan perfusi jaringan.
Kemunkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnose actual.

6. Diagnosa keperawatan : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, program pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan : Kurang pemahaman / kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung / penyakit atau gagal.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Pertanyaan.
Pernyataan masalah / kesalahan persepsi.
Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.




Koreksi : 21 Februari 2008
Jam : 20.05

Catatan :
Lengkapi dengan Askep sesuai dengan teori dan TETEP SEMANGAT YA…..

EFUSI PLEURA

LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURAL


A. Pengertian

Efusi pleural adalah Pengumpulan cairan dalam dalam ruang pleura (selaput yang menutupi permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral (selaput)dan parietal (dinding).
(Brunner and Suddarth edisi 8 volume 1,2001)

Efusi pleura adalah adalah Cairan yang terkumpuk dalam rongga pleura .
(Sylvia A.Price , 2006)
Efusi pleural adalah Terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum pleura
(Arief mansjoer 1999)

Efusi pleural adalah Cairan yang tertumpuk dalam rongga pleura.
(Dr. HendraLaksman, 2003)

Kesimpulan :
Efus pleura adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura yang disebakan oleh banyak faktor seperti penyakit dan tekanan abnormal dalamparu-paru.



Patofisiologi
1. Etiologi
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru.
Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
• Kadar protein darah yang rendah
• Sirosis
• Pneumonia
• Abses dibawah diafragma
• Artritis rematoid
• Pankreatitis
• Emboli paru
• Tumor
• Lupus eritematosus sistemik
• Pembedahan jantung
• Cedera di dada
• Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
• Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
• Efusi pleura dapat terjadi karena terjadinya inflamasi oleh bakteri atau tumor yang mengenai permukaann pleural juga dapat terjadi karena ketidak seimbangan tekanan hidrostatik dan osmotic.

2. Manifestasi klinis
Biasanya manifestasi klinisnya disebabkan oleh penyakit dasar (Peneumonia).
a.Demam
b. Mengigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk
f. Sesak nafas
g. Bunyi nafas minimal
h. Egofoni akan terdengar diatas area efusi
i. Deviasi Trakea menjauhi tempat sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan .

3. Proses penyakit
TEKANAN HIDROSTATIK


Cairan masuk


Cairan tertimbun dalalm jaringan / Ruangan



Kongesti jantung (transudat) Abses paru/ kangker paru/TB paru
/Penumonia dll (elsudat)


Efusi pleura
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Resiko terhadap Trauma/ penghentian nafas b.d pemasangan alat dari luar
Resti terhadap kerusakan ,pertukaran gas b.d Penurunan permukaan efektif paru
Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak kuat pertahanan utama (Trauma jaringan paru, Penurunan kerja silia, Stasis cairan tubuh..,Prosedur invasive,Penyakit kronis,Tidak kuat pertahanan sekunder(imun)
Kurang pengetahuan b.d mengenai kondisi, aturan pengobatan






4. Komplikasi
a. fibrosis paru :
1) Pleural Parietal
2) Pleura Viseral

5. Penatalaksanaan Medis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan.

Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor


3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).


5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

6. Analisa cairan pleura
Diindikasikan untuk mengetahui apakah apakah jenis cairan efusi efusi pleura apakah eksudat atau transudat.

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

8.Pemerikasaan Laboratorium seperti:
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri,Pewarnaan Gram,basil tahan asam(utuk tuberkolusis), hitung sel darah meram dan putih, Pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase [LDH], Protein), Analisis sitologi utuk sel Malignan dan pH.

2. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidak nyamanan serta dispena, Terapi yang di berikan adalah :

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).

Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut.

Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.

Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
sJika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening.
Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.


D. Pengkajian

Adapun pengkajian yang di lakukan pada klien dengan efusi pleura adalah :
1.Aktifitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi
Tanda :
a. Takikardia
a. Frekuensi tak teratur/disritmia
b. Irama jantung gallop(gagal jantung sekunder terhadap efusi plura)
c. Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal (dengan tegangan penumotorak
d. Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara dalam mediastinum)
e. Tekanan darah :Hipertensi/Hipotensi
f. Denyut Vena Jugularis

3. Integeritas ego
Tanda :Ketakutan, Gelisah

4. Makanan / Cairan
Tanda :Adanya pemasangan IV vena sentral/ Infus tekanan
5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala (Tergantung
pada ukuran /
area yang
terlibat ) : a. Nyeri dada unilateral, meningkat karma pernafasan, batuk.
Timbul tiba- tiba gejala sementara batuk atau regangan (Peneumotorak spontan )
b. Tajam dan nyeri, menusuk yang di perberat oleh nafas dalam , kemungkinan ke leher,bahu, abdomen (efusi pleural)

Tanda :a. Berhati- hati pada area yang sakit
b.Prilaku distraksi
c. Mengkerutkan wajah

6. Pernafasan
Gejala :Kesulitan bernafas, Lapar nafas
a. Batuk (mungkin gejala yang ada)
b. Riwayat bedah dada/ Trauma; Penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), penyakit interstisial menyebar (sarkoidosi); Keganasan ( mis.obstruksi tumor) Peneumotoraks spontan sebelumnya; Ruptur empisematous bula spontan, bleb sub pleural (PPOM).

Tanda :Pernafasan :Peningkatan frekwensi/ takipnea
a. Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, leher; rektraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat .
b. Bunyi nafas menurun atau tak ada ( sisi yang terlibat)
c. Premitus menurun (sisi yang terlibat )
d. ferkusi dada :Hiperresonan di atas area terisi udara (penumotoraks , bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hemotoraks)
e. Observasi dan palpasi dada: Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kempes, penurunan pengembangan toraks ?(Area yang sakit).
f. Kulit:Pucat, sianosis, berkerigat ,resipitasi subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi )
g. Mental :Ansietas ,gelisah, binggung,pingsan.
h. Pengunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP

7. Keamanan
Gejala :a. Adanya trauma dada
b. Radiasi / kemoterapiuntuk keganasan

8. Penyuluhan pembelajaran
Gejala :a. Riwayat factor resiko :Tuberkolusis, kangker .
b. Adanya bedah intratorakal / biobsi paru
c. Bukti kegagalan membaik



E. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (Akumulasi udara / cairan
Hasil yang diharapkan : Menunjukan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal .Bebas sianosis, dan dispnea
Intervensi:
Mandiri :
1. Mengidentifikasi etiologi / factor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
4. Auskultasi bunyi nafas
5. Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk,nafas dalam
6. Pertahan kan posisi nyaman ,biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi yang sakit.
7. Pertahankan perilaku tenang, Bantu pasien untuk “control diri” dengan menggunakan pernafasan lebih lambat / dalam
8. Bila terpasang selang dada: Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar (batas air, pengatur dinding, / meja disusun dengan tepat ).
9. Periksa batas cairan pada botol penghisap ;pertahankan pada batas yang ditentukan.

Kolaborasi :
1. Kaji seri foto torak
2. Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri .Kaji kapasitas vital/ pengukuran volume tidal.
3. Berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesui indikasi.

Rasional :
Mandiri :
1. Pemahaman penyebab kolaps perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terpeutik yang lain.
2. Disteres pernafasan dan perubahan pada tanda- tanda vital dapat terjadi karena stress foisiologis dan nyeri qatau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/ perdarahan .
3. Kesulitan bernafas “dengan “ventilator” dan atau peningkatan tekanan jalan nafas diduga memburuknya kondisi / terjadinyan komplikasi .
4. Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru atau seluruh area paru ( unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi nafas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pleura.
5. Sokongan terhadap dada dan otot abnormal membuat batuk efektif/ mengurangi trauma.
6. Meningkatkan inspirasi maksimal ,meningkatkan ekspirasi paru dan ventilasi pada sisiyang tak sakit.
7. Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan sabagai ansietas/ketakutan .
8. Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai yang diberikan , yang meningkatkan ekspansi optimum dan drainase cairan.
9. Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural,jika sumber penghisap diputuskan dan membantu dalam evaluasi apakah system drainase dada berfungsi dengan tepat.

Kolaborasi :
1. Mengawasi kemajuan perbaikan ekspirasi paru ,mengidentifikasi kesalahan posisi selang endotrakeal mempegaruhi inflasi paru .
2. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi , perlu untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi
3. Alat dalam menurunkan kerja nafas; meningkatkan penghilangan distres respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia.

2. Resiko terhadap Trauma/ penghentian nafas b.d pemasangan alat dari luar(system drainase dada)
Hasil yang diharapkan :Mengenal kebutuhan / mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainase dada catat gambaran keamanan .
2. Pasangkan kateter toraks kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien :
• Amankan sisi sambungan selang
• Berbantalan pada sisi dengan kasa/ plester
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan / tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah.
4. Awaasi sisi lubang pemasangan selang , cataat kondisi kulit, ,adanya /karaktristik drainase dari sekitar kateter. Ganti / pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan .
5. Anjurkan klien untuk menghindari berbaring / menarik selang
6. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada perawat , contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba- tiba nyeri dada , lepaskan alat.
7. Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak tercabut/ terlepas

Rasional :
1. Infoermasi tentang bagaimana system bekerja memberikan keyakinan , menurunkan ansietas npasien .
2. Mencegakh terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan nyeri/ ketidak nyamanan sehubungan dengan penarikan atau pergerakan selang .
• Mencegah terlep[asnya selang
• Melindungi kulit dari iritasi/ tekanan
3. Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh/ unit pecah.
4. Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi / infeksi kulit.
5. menurunkan resiko obstruksi drainase/ terlepasnya selang
6. intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
7. Efusi pleura dapat terulang / memburuk , karena mempengaruhi fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.

3. Resti terhadap kerusakan ,pertukaran gas b.d Penurunan permukaan efektif paru
Hasil yang diharapkan :
o Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarigan adekuat denga GDA dalam rentang normal.
o Bebas dasri gejala distres pernafasan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji dispnea ,takipnea tak normal / menurunya bunyi nafas, peningkatan ,terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan .
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran . Catat sianosis dan / atau perubahan waran kulit , termasuk membrane mukosa dan kuku.
3. Tunjukan / dorong bernafas dengan bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan Bantu aktifitas perawatan diri sesuai keperluan .

Kolaborasi
1. Awasi seri GDA/ nadi osimetri
2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Rasional
Mandiri :
1. Efusi pleura dapat menyebabkan efek luas pada paru, sehingga efek pernafasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai disters pernafasan .
2. Pengaruh jalan nafas dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan
3. Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan nafas pendek.
4. Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi :
1. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan / atau saturasi atau peningkatan PacO2 menunjukan untuk intervensi / perubahan program terapi .
2. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi / menurunya permukaan alveolar paru.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak kuat pertahanan utama (Trauma jaringan paru, Penurunan kerja silia, Stasis cairan tubuh..,Prosedur invasive,Penyakit kronis,Tidak kuat pertahanan sekunder(imun)
Hasil yang diharapkan :
• Menunjukan Pemahaman faktor resiko individu
• Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi
• Menunjukan teknik untuk meningkatkan lingkungan aman
Intervensi
Mandiri :
1. Catat Faktor resiko terjadinya infeksi Pastikan
2. Observasi warna /bau /Bau/Karakteristik cairan ,Catat drainase sekitar selang .
3. Turunkan faktor resiko nosolomial melalui cuci tangan yang tepat pada semua perawat, mempertahankan tehnik pengisapan steril
4. Dorong nafas dalam
5. Auskultasi bunyi nafas
6. Awasi / batasi pengunjung.Hindari kontak dengan infeksi saluran nafas atas
7. Anjurkan menyediakan wadah sekali pakai untuk mennampung sputum jika klien batuk berdahak
8. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi.
9. Doerong perawatan diri / Aktifitas sampai batasan toleransi,Bantu dengan latihan bertahap
Kolaborasi :
1. Ambil kultur sputum sesuai indikasi
2. Berikan antimicrobial sesuai indikasi
Rasional
Mandiri :
1. Intubasi , ventilasi mekanik lama , ketidak mampuan umum , malnutrisi, usia ,dan prosedur invasive adalah factor dimana pasien potensial mengalami infeksi dan lama sembuh. Kesadaran akan factor resiko memberikan kesempatan untuk membatasi efeknya.
2. Kuning /hijau, sputum berbau purulen menunjukan infeksi; sputumkental, lengket diduga dehidrasi.
3. Faktor ini paling sederhanan tapi paling penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit.
4. Memaksimalkan ekspansi paru
5. Adanya ronkhi/mengi diduga ada tahanan sekretyang perlu pengeluaran / pengisapan.
6. Individual telah dipengaruhi dan berada pada resiko tinggi mengalami infeksi
7. Menurunkan transmisi organisme melalui cairan
8. Membantu memperbaiki tahanan umum untuk memperbaiki tahanan umum untuk penyakit dan menurunkan resiko infeksi dan stasis sekret.
9. Memperbaiki kesehatan umum dan reganggan otot dan dapat merangsang perbaikan sistem imun.
Kolaborasi
1. Diperlukan untuk mengidentifikasi patogen dan antimikrobital yang tepat.
2. Satu atau lebih agen dapat digunakan tergantung pada identifikasi patogen bila infeksi terjadi.

5. Kurang pengetahuan b.d mengenai kondisi, aturan pengobatan
Hasil yang diharapkan :
 Menyatakan pemahaman penyebab masalah
 Mengidentifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik
 Mengikuti program pengobatan dan menunjukan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah

Intervensi
Mandiri :
1. Kaji kempuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah kelemahan , tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlibat.
2. Identifikasi kemungkinan kambuh/ komplikasi jangka panjang.
3. Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat contoh nyeri dada tiba- tiba, dispnea, distres pernafasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
5. Tekankan untuk tidak merokok dan minum alcohol

Rasional :
Mandiri :
1. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
2. Penyakit paru seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insidenkambuh
3. Berulangnya penumotoraks/ efusi pleura /TB paru memerlukan intervensi medik untuk mencegah/ menurunkan potensial komplikasi.
4. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan
5. meskipun merokok tidak merangsang berulangnya efusi pleura tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan/bronchitis.


F. Implementasi
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :


1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan
keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen,dan dependen.
3. Dokumentasi: Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara lengkap
dan akurat.

G. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan.
a. Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawata dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
b.Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif,
fleksibel dan efisien.


















DAFTAR PUSTAKA

Arif , Mansjoer .2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi 3.Jakarta ; EGC

Dongoes, E.Marlyn ,dkk.1999.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN,PEDOMANUTUK PERAWATAN DAN PENDOKUMENTASIAN PERAWATAN PASIEN.Jakarta :EGC

Suddarth and Brunner.2001.KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Edisi 8.Jakarta ; EGC

Price A, Slivia ,dkk .2006.PATOFISIOLOGI .Edisi 6.Jakatra ; EGC

KOREKSI : 21/02/2008
GOOD ENOUGH ....
TINGKATKAN DAN LENGKAPI YANG MASIH KURANG SERTA BUAT RENPRA DALAM BENTUK BAGAN YA.....

TB PARU

1. Pendahuluan
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
2. Pengertian
• Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
• Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
• Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001).
• Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
3. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
• Mycobakterium tuberculosis
• Varian asian
• Varian african I
• Varian asfrican II
• Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
• Mycobacterium cansasli
• Mycobacterium avium
• Mycobacterium intra celulase
• Mycobacterium scrofulaceum
• Mycobacterium malma cerse
• Mycobacterium xenopi
Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Paru BTA positif.
• Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
• Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
• Tuberkulosis non aktif .
• Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
• Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
4. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
5. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Ø Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Ø Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
6. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
• Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
• Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
• Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
• Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
• Anemia bila penyakit berjalan menahun
• Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
• LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
• GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
• Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
• Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
• Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
• Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
8. Pencegahan
• Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
• Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
• Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
• Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
• Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
• Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
9. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:
• Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
• Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
- Obat Primer - Obat Sekunder
1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid
2. Rifampisin (R) 2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin
4. Streptomisin 4. Kanamisin
5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
Ø Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Ø Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah Hari XMinum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap Lama (H)@300
mg R@450
mg Z@500
mg E@ 250
Mg E@500
mg Strep.Injeksi JumlahHari X
Minum Obat
Intensif 2 bulan1 bulan 11 11 33 33 – 0,5 % 6030
Lanjutan 5 bulan 2 1 3 2 - 66
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@500mg
Hari X Minum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 60
Lanjutan3 x week 4 bulan 2 1 1 54
OAT sisipan (HRZE)
Tahap Lama H@300mg R@450mg Z@500mg E day@250mg Minum obat XHari
Intensif(dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 30
11. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
12. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
13. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil:
• Mempertahankan jalan napas pasien.
• Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
• Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
• Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
• Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. a. Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .
c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil:
• Melaporkan tidak terjadi dispnea.
• Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
• Bebas dari gejala distress pernapasan. a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f. Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi. a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
• Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
• Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.b. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan KH:
• Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
• Pasien tampak rileks a. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau TTV
c. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
d. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH :
• Suhu tubuh 36°C-37°C a. Kaji suhu tubuh pasienb. Beri kompres air hangat
c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program. a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
• Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal. a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil:
• Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
• Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
• Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
• Menerima perawatan kesehatan adekuat a. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria hasil:
• Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
• Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
- a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e. Monitor temperatur.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Kolaborasi:
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
j. Monitor sputum BTA. a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi
14. Evaluasi
Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
• Mempertahankan jalan napas pasien.
• Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
• Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
• Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
• Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
• Melaporkan tidak terjadi dispnea.
• Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
• Bebas dari gejala distress pernapasan.
Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
• Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
• Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:
• Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
• Pasien tampak rileks
DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :
• Suhu tubuh 36°C-37°C.
DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi :
• Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria evaluasi:
• Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
• Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
• Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
• Menerima perawatan kesehatan adekuat.
DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:
• Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
• Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Daftar pustaka
Anonymous.(2010). Tuberkulosis.Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Media Aescullapius.
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC