Halaman

Minggu, 06 Februari 2011

Karya Tulis Damus s

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian diri. Indikator mengenai keadaan sehat mental/ psikologi/ jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi.
Isolasi sosial didefinisikan sebagai suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya keperibadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu seseorang dalam berhubungan sosial.
Manusia adalah mahluk sosial yang harus menciptakan dan mengembangkan interaksi dalam segala sesuatu dengan kondisi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi tetap dipertahankan.

Pada dasarnya, setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial yaitu dari hubungan intim biasa saling hubungan saling ketergantungan, keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial (Ermawati Dalami, 2009).
Oleh karena itu, setiap individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan. Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama dan hubungan timbal balik yang sinkron. Peran serta dalam proses berhubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung (dependent) dan mandiri (independent), artinya suatu saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakmampuan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respon lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain (tidak percaya pada orang lain).
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Data yang didapatkan oleh penulis di Rumah Sakit Duren Sawit, Jakarta Timur selama 6 bulan terakhir mulai dari Januari sampai dengan bulan Juni 2010, didapatkan data penderita gangguan jiwa berjumlah 695 orang, yang dimana terdiri dari 119 orang (17%) dengan isolasi sosial, 370 orang (53%) dengan halusinasi, 75 orang (11%) dengan prilaku kekerasan, 23 orang (3%) dengan harga diri rendah, 21 orang (3%) dengan waham, dan 87 orang (13%) dengan defisit perawatan diri.
Peran perawat dalam mengatasi masalah klien dengan isolasi sosial sangatlah penting, peran perawat pada promotif adalah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang kesehatan jiwa, pada preventif dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang isolasi sosial serta akibat lanjut dari isolasi sosial, kuratif yaitu dengan cara memotivasi klien agar minum obat dengan benar dan teratur serta mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap, rehabilitatif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan isolasi sosial untuk memantau minum obat klien secara teratur.
Berdasarkan data statistik dan kegawatan yang ditimbulkan oleh isolasi sosial diatas, maka menulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi Sosial di Ruang Berry Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta ”.



B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mendapatkan gambaran dan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
e. Mampu melakukan evaluasi pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktik asuhan keperawatan dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta dapat mencari solusi dan alternatif pemecahan masalah Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry, Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta.

C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini merupakan pembahasan tentang asuhan keperawatan pada Nn. K dengan Isolasi sosial di Ruang Berry Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 21 – 23 Juni 2010.

D. Metode penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif dan metode kepustakaan. Metode deskriptif merupakan metode yang bersifat menggambarkan suatu keadaan secara objektif mulai dari pengumpulan data, menganalisa dan menarik kesimpulan yang selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi. Adapun tekhnik penulisan makalah ini diawali dengan pengumpulan data meliputi kegiatan wawancara, observasi dan melihat catatan medis. Kemudian penulis menggunakan metode kepustakaan dengan cara membandingkan data-data yang ditemukan dengan teori-teori yang ada pada literature/ referensi yang sesuai dengan judul.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari lima Bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis yang meliputi pengertian, psikodinamika, rentang respon sosial, asuhan keperawatan berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB III : Tinjau kasus yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Pembahasan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran








BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khayalaknya sendiri yang tidak realistis (Ermawati Dalami, dkk, 2009).
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu seseorang dalam berhubungan sosial (Sujono Riyadi, 2009).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Balitbang, 2007).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Budi Anna Keliat, 2009).






B. Psikodinamika
Isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi, Faktor predisposisi yang meliputi faktor perkembangan, biologis, sosiokultural dan faktor keluarga.
Faktor perkembangan, pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa lanjut, untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif, diharapkan tiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif. Pada faktor Biologis dimana faktor genetik dapat berperan terhadap respon sosial maladaptif.
Faktor Sosiokultural, dalam hal ini dimana isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dalam penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Faktor Keluarga, pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
Sedangkan pada faktor presipitasi, terdiri dari faktor stress sosiokultural dan stress psikologis. Pada stress sosiokultural, dimana stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit. Sedangkan stressor psikologis, dimana jika ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan seseorang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
Terjadinya isolasi sosial: menarik diri disebabkan karena kegagalan pada tahap perkembangan yang dimulai dari bayi sampai dewasa lanjut.
1. Masa bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya, bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua kebutuhan. Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain (Ericson).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri (Huber. Dkk 1987).
2. Masa pra sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan keluarga khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis dan takut perilakunya salah.
3. Masa sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dengan dukungan yang tidak konsistent, teman dengan orang dewasa diluar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
4. Masa remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung,sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independent.
Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
5. Masa dewasa muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, memilih karir maupun melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain dan putus asa akan karir.
6. Masa dewasa tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen. Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas berkurang serta perhatian pada orang lainpun akan berkurang.


7. Masa dewasa lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dengan pasangan), anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehilangan serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
Adapun masalah atau komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan isolasi sosial antara lain: perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan. Prilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktifitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.

C. Rentang Respon
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari membutuhkan orang lain dan lingkungan sosial. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan kerja akan menimbulkan respon sosial pada individu. Rentang respon sosial tersebut di gambarkan pada gambar berikut:

Rentang respon neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan pikiran/ waham
Persepsi akurat menyimpang Halusinasi
Emosi konsisten Ilusi Kesulitan untuk mem-
dengan pengalaman Reaksi emosional proses emosi
Perilaku sesuai hubu- berlebihan atau kurang Ketidakteraturan perilaku
ngan sosial Perilaku aneh atau tak Isolasi sosial
lazim
Menarik diri
(Menurut Gail W. Stuart, 2002)

D. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah klien (Budi Anna Keliat, 2005). Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Nita fitria, 2009), yaitu:
1). Faktor perkembangan, yaitu pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anak yang kurangnya kasih sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya.
2). Faktor biologis, yaitu organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbik diduga menyebabkan skizofrenia. Pada klien skozofrenia terdapat gambaran struktur otak yang abnormal; otak atropi, perubahan ukuran dan bentuk sel limbik dan daerah kortikal.
3). Faktor sosial budaya, yaitu norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial. misalnya pada pasien lansia, cacat, dan penyakit kronis yang diasingkan dari lingkungan
4). Faktor komunikasi dalam keluarga, yaitu gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan di mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau eksperisi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
b. Faktor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Adalah stres yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
2) Stressor Psikologis
Adalah stress yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.
c. Manifestasi klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial: tidak ada atau kurangnya komunikasi verbal, kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkugan), ekspresi wajah kurang berseri, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya, aktifitas menurun, postur tubuh berubah misalnya sikap janin (khususnya pada posisi tidur ), dan kurang spontan.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.
Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan sosial manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
d. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan keperibadian antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
e. Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau tulisan.
f. Pohon masalah
Adapun pohon masalah pada klien dengan isolasi sosial dapat di gambarkan sebagai berikut:





Resiko perubahan persepsi sensori:
Halusinasi




Harga diri rendah

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan dan didokumentasikan, masalah keperawatan dirumuskan dan diagnosis keperawatan ditegakkan. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan pohon masalah diatas yaitu:
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi: halusinasi

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapakan pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan masalah untuk mengatasi masalah pasien melalui intervensi dan manajemen yang baik (Aziz, Alimul H, 2001).

a. Perencanaan pada diagnosa isolasi sosial
Diagnosa keperawatan I: Isolasi sosial. Tujuan Umum: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. Tujuan Khusus I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: setelah…x pertemuan klien menunjukan tanda-tanda percaya terhadap perawat : Wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan, bersedia mengungkapkan masalahnya. Rencana tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan: Beri salam setiap berinteraksi, perkenalakan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kaliberinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi selanjutnya.
Tujuan khusus II : Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri. Kriteria evaluasi : setelah…x pertemuan klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari : diri sendiri, orang lain, lingkungan. Rencana tindakan : Tanyakan pada klien tentang : Orang yang tinggal serumah/ teman sekamar klien, orang yang paling dekat dengan klien di rumah/ di ruang perawatan, apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/ di ruang perawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain. Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. Rasional : Diketahuinya penyebab akan dapat dihubungkan dengan faktor presipitasi yang dialami klien.
Tujuan khusus III : Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan…x pertemuan klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, misalnya, banyak teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong, dan kerugian menarik diri, misalnya : sendiri, kesepian, tidak bias diskusi. Rencana tindakan : Tanyakan pada klien tentang : Manfaat hubungan sosial, kerugian menarik diri. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya. Rasional : Klien harus dicoba berinteraksi secar bertahap agar terbiasa membina hubungan yang sehat dengan orang lain, mengevaluasi manfaat yang dirasakan klien sehingga timbul motivasi untuk berinteraksi.
Tujuan khusus IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap. Kriteria evaluasi : Setelah…x pertemuan klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan : Perawat, perawat lain, klien lain, kelompok. Rencana tindakan : Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial. Beri motivasi dan bantu klien untu berkenalan/ berkomunikasi dengan : Perawat lain, klien lain, kelompok. Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi, beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktifitas yang dilaksanakan. Rasional : Mengevaluasi manfaat yang dirasakan dalm berkomunikasi.
Tujuan khusus V : Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial. Kriteria evaluasi : Setelah… x pertemuan klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosiala dengan : Orang lain, kelompok. Rencana tindakan : Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan : orang lain, kelompok. Ber pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. Rasional : Mengevaluasi perasaan yang dirasakan klien.
Tujuan khusus VI : Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial. Kriteria evaluasi : setelah… x pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang : Pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat klien menarik diri. Keluarga dapat mempraktekkan cara merawata klien menarik diri. Rencana tindakan : Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik diri. Jelaskan pada keluarga tentang : Pengrtian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat klien menarik diri. Latih keluarga cara merawata klien menarik diri. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan. Beri motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosisalisasi. Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien dirumah sakit. Rasional : Keterlibatan keluarganya tentang system pendukung terhadap proses perilaku klien.
Tujuan khusus VII : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi : Setelah… x pertemuan klien menyebutkan : Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Rencana tindakan : Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak miinum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat. Pantau klien saat penggunaan obat. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Rasional : Mengevaluasi manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping.
b. Terapi medis pada skizoprenia
1. Haloperidol
Merupakan obat anti psikotik, neuroleptik dan butiropenon. Indikasi dari obat ini adalah penatalaksanaan psikotik kronik dan akut, pengendalian hiperaktifitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak. Sedangkan kontra indikasi dari obat ini adalah hupersensitifitas terhadap obat ini atau tatrazine ( terkandung alam beberapa preparat ), pasoen depresi susunan saraf pusat atau koma, depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson, insufisiensi hati, ginjal dan jantung.
Adapun efek samping dari haloperidol pada system syaraf pusat adalah sedasi, sakit kepala, kejang dan penglihatan kabur.
2. Tryhexypenidil
Merupakan agen anti Parkinson dan anti kolinergik. Indikasi untuk semua bentuk parkinsonisme (terapi penunjang). Sedangkan konra indikasi dari obat ini adalah hipersensitifitas terhadap obat ini dan anti kolinergik lain, gloukoma sudut tertutup, hipertropi prostat, miastenia gravis, anak dibawah 3 tahun dan takikardia sekunder akibat insufisiensi jantung dan tirotoksikosis.
Adapun efek samping dari trihexypenidil pada system syaraf pusat adalah mengantuk, pusing, penglihatan kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori, sakit kepala, kelemahan dan amnesia.
3. Chlorpromazine
Merupakan obat anti psikotik, anti emetik, neuroleftik dan fenitiazin. Indikasi dari obat ini adalah penanganan pada gangguan psikotik seperti skizoprenia, fase mania pada gangguan bipolar, psikosis reaksi singkat dan gangguan skizoafektif, ansietas dan agitasi. Sedangkan kontra indikasi dari obat ini adalah hipersensitifitas dari obat ini atau fenotiazine lain, sulfite atau tatrazine, pasien depresi susunan saraf pusat berat atau koma.
Adapun efek samping dari chlorpromazine pada system syaraf pusat adalah sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, keletihan, penglihatan kabur, kegelisahan, ansietas, depresi, hipertermi atau hipotermi.
c. Prinsip penting dari intervensi keperawatan dengan pasien yang mempunyai masalah respon sosial maladaptif yaitu :
1. Menetapakan hubungan terpeutik
2. Melibatkan keluarga
3. Menyiapakan lingkungan terapeutik yang terstruktur yang difokuskan pada harapan yang realistik, melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
4. Menetapkan batasan
5. Melindungi dari perilaku yang membahayakan diri.
6. Memfokuskan pada kekuatan

4. Pelaksanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan (tindakan atau implementasi) merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan intervensi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Intervensi keperawatan dicatat untuk mengkomunikasikan rencana keperawatan, mencapai tujuan, dilakukan intervensi yang tepat sesuai dengan masalah, serta tetap melakukan pengkajian untuk evaluasi efektif terhadap perawatan (Aziz Alimul Hidayat,2001).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a. Evaluasi formatif : yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif : yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu.
Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan isolasi sosial meliputi :
1) Evaluasi kemampuan klien
a) Klien menjelaskan kebiasaan interaksi
b) Klien menjelaskan penyebab tidak bergaul dengan orang lain.
c) Klien menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
d) Klien menyebutkan kerugian bergaul dengan orang lain.
e) Klien memperagakan cara berkenalan dengan orang lain.
f) Klien bergaul dan berinteraksi dengan perawat, keluarga dan tetangga.
g) Klien menyampaikan perasaannya setelah interaksi dengan orang lain.
h) Klien mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
i) Klien menggunakan obat dengan patuh.
2) Evaluasi kemampuan keluarga
a) Keuarga menyebutkan masalah isolasi sosial dan akibatnya.
b) Keluarga menyebutkan penyebab dan proses terjadinya isolasi sosial.
c) Keluarga membantu klien berinteraksi dengan orang lain.
d) Keluarga melibatkan klien melakukan kegiatan dirumah tetangga.














BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Nn. K dengan isolasi sosial di RS. Duren Sawit Ruang Rawat Berry, yang dilaksanakan mulai tanggal 21 juni - 23 juni 2010.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Klien Nn. K, berusia 26 tahun, jenis kelamin perempuan, belum menikah, beragama islam, suku bangsa betawi, pendidikan terakhir SMA, alamat Jln. Pahlawan Komarudin RT 04/05, Jakarta Timur, sumber informasi klien, perawat dan status klien. Nomor register 00042464, Diagnosa medis Skizoprenia.
2. Alasan masuk
Klien mengatakan tidak mengetahui mengapa dirinya dibawa ke rumah sakit, klien mengatakan dirinya dibawa oleh orang tuanya dengan alasan mau berobat. Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pernah mendengar suara-suara orang bernyanyi akan tetapi saat ini sudah tidak mendengar suara-suara lagi. Saat dilakukan pengkajian klien tampak sering menyendiri dan klien mengatakan malas ngobrol dengan teman-temannya.



3. Faktor predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, data dari status, klien di rawat di rumah sakit yang sama yaitu RS. Duren Sawit, pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil karena tidak minum obat dan di rumah klien kembali mengalami gangguan jiwa, klien mengatakan tidak pernah melakukan penganiayaan, kekerasan dalam keluarga maupun tindakan kriminal lainnya. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu karena ibu angkat klien telah meninggal yang membuat dirinya sedih, akan tetapi saat ini sudah tidak merasa sedih lagi.
Masalah keperawatan : Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif

4. Pemeriksaan fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, di dapatkan tanda-tanda vital : tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi : 74x/ menit, suhu : 36,4 C, pernapasan : 22x/ menit, tinggi badan :170 cm, berat badan 47 kg. Klien saat ini tidak mengalami masalah kesehatan seperti keluhan fisik dan yang lainnya.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan





5. Psikososial
a. Genogram

Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, saat ini klien tinggal bersama kedua orang tua kandungnya dan sebelumnya klien tinggal bersama orang tua angkatnya, klien mengatakan tidak ada masalah komunikasi dengan keluarganya dan pengambilan keputusan dilakukan bersama keluarganya. Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
b. Konsep diri
1) Gambaran diri : klien mengatakan biasa-biasa saja dengan anggota tubuhnya dan klien mengatakan tidak merasa bangga dengan dirinya, anggota tubuh yang disukai yaitu mata dan paha, saat ditanya alasannya, klien mengatakan karena suka saja
2) Identitas : identitas klien di rumah yaitu sebagai anak dan klien mengatakan perasaannya biasa-biasa dengan statusnya sebagai perempuan.
3) Peran : klien mengatakan saat di rumah berperan sebagai anak dan saat ini klien mengatakan belum bekerja dan klien mengatakan malu karena sampai saat ini belum pernah bekerja.
4) Ideal diri : klien mengatakan saat ini ingin cepat pulang dan ingin bekerja dan berkumpul dengan keluarganya di rumah.
5) Harga diri : klien mengatakan saat ini belum bekerja dan malu jika klien tidak bekerja secara terus menerus. Klien tampak sering menyendiri jika tidak diajak berbincang-bincang, dan kadang-kadang menunduk.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
c. Hubungan sosial
Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya yaitu ibu karena selalu mengurus dirinya dari kecil sampai dewasa dan begitu juga ayahnya. Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok atau masyarakat karena sibuk dan klien mengatakan malas untuk bergaul dengan tetangganya. Saat ini klien mengatakan kadang-kadang malas berhubungan dan berbincang dengan orang lain karena teman-temannya saat ini sudah pulang. Saat diobservasi klien tampak banyak menyendiri, klien tampak melamun dan tampak malas.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
d. Spiritual
Klien mengatakan dirinya beragama islam dan percaya dengan adanya tuhan. Klien mengatakan saat di rumah sering beribadah (sholat) lima waktu dan klien mengatakan saat ini jarang beribadah karena malas saja.
6. Status mental
a. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi dan dapat memakai baju sesuai dengan tempatnya,
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
b. Pembicaraan
Pembicaraan klien baik, tidak cepat, gagap maupun inkoheren, selain itu klien juga tidak membisu dan mampu memulai pembicaraan
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
c. Aktifitas motorik
Klien mengatakan malas dan lesu, selain itu klien juga tampak banyak menyendiri dan klien kadang-kadang menunduk saat berbincang-bincang serta pandangan klien kosong
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
d. Alam perasaan
Klien mengatakan perasaannya biasa-biasa saja, akan tetapi klien mengatakan tidak merasa sedih, ketakutan atau khawatir maupun putus asa.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
e. Afek
Saat dilakukan pengkajian, afek klien tampak baik, dapat berespon terhadap pertanyaan. Selain itu afek klien tidak tumpul maupun labil dan klien mampu menjawab sesuai dengan pertanyaan.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan

f. Interaksi selama wawancara
Interaksi klien selama wawancara dapat kooperatif dan dapat menjawab pertanyaan, tidak tampak perilaku bermusuhan, mudah tersinggung maupun curiga, saat diobservasi kontak mata klien kurang dan kadang-kadang menunduk saat berinteraksi.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
g. Persepsi
Sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan sering mendengar suara-suara orang bernyanyi dan bersiul, dan pernah melihat bayangan-bayangan, klien mengatakan suara muncul saat malam hari dan saat mau tidur, waktu suara muncul hanya sebentar dan perasaanya biasa-biasa saja. Akan tetapi klien mengatakan saat ini sudah tidak mendengar suara-suara lagi. Klien tampak melamun, sering menyendiri dan tampak mundar-mandir.
Masalah keperawatan : Resiko tinggi gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan.
h. Proses pikir
Selama dilakukan observasi saat pengkajian, klien tidak tampak blocking (berhenti secara tiba-tiba), maupun sirkumstansial ataupun flight of ideas (pembicaraan meloncat-lincat dari satu topil ke topik lainnya), maupun kehilangan asosiasi.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan



i. Isi pikir
Saat dilakukan pengkajian selama wawancara, klien tidak mengalami obsesi, depersonalisasi, fobia, ide yang terkait, hipokondria, pikiran magis maupun mengalami waham.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
j. Tingkat kesadaran
Pada saat dilakukan wawancara, kesadaran klien baik, klien tidak mengalami bingung, sedasi maupun stupor (gerakan yang diulang-ulang) dan klien mampu mengenal waktu, tempat, maupun orang, seperti hari maupun nama perawat.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
k. Memori
Klien dapat mengingat kejadian masa lalu seperti saat orang tua angkatnya meninggal, dan klien masih mengingat kejadian jangka pendek seperti saat klien masuk maupun daya ingat saat ini seperti nama perawat.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pada saat dilakukan wawancara, klien tidak mengalihkan pembicaraan, dan klien mampu berkonsentrasi maupun berhitung, terbukti klien saat ditanya 20-3 berapa? Klien mampu menjawab 17, begitu juga penambahan maupun perkalian.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan


m. Kemampuan penilaian
Klien mampu menentukan pilihan terhadap dirinya, seperti saat ditanya mandi sebelum makan atau makan sebelum mandi ? klien menjawab mandi dulu sebelum makan, dan saat ditanya alasannya, klien mengatakan biar lebih enak saja.
Masalah keperawattan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
n. Daya tilik diri
Saat ditanya apakah klien mengalami gangguan jiwa, klien menyadari bahwa dirinya sedang mengalami gangguan jiwa, dan klien tidak menyalahkan hal-hal di sekitarnya dan lingkungannya.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan

7. Kebutuhan persiapan pulang
Klien mengatakan makan 3x sehari dan selalu menghabiskan porsi makan dan klien tidak pernah menolak jika klien diberi makan oleh perawat, klien mengatakan membersihkan meja setelah klien makan. Klien dapat melakukan BAB/ BAK secara mandiri tanpa dibantu oleh perawat dan selalu menyiramnya jika selesai BAB/ BAK.
Frekuensi mandi 2-3x/ hari dengan menggunakan sabun mandi yang di berikan oleh perawat dan klien langsung menggosok gigi secara mandiri tanpa bantuan dari perawat. Klien mengganti baju setiap hari dan dapat memakai baju secara mandiri dan tampak berdandan secara mandiri tanpa di bantu oleh perawatnya. Tidur siang klien selama 2 jam/ hari.
Klien mengatakan minum obat 2x/ hari dan klien dapat minum obat secara mandiri dengan obat yang di sediakan oleh perawat. Saat di tanya tentang dosis dan reaksi obat, klien mengatakan tidak tahu. Sistem pendukung yang di miliki oleh klien adalah keluarga, akan tetapi klien mengatakan keluarganya jarang berkunjung.. Klien dapat mempersiapkan makan serta menjaga kerapihan rumah akan tetapi klien tidak memcuci pakaian maupun melakukan pengaturan keuangan. Saat di rumah klien mampu keluar rumah secara mandiri dan berbelanja, akan tetapi saat di rumah sakit klien mengatakan hanya tinggal di dalam ruangan saja karena tidak boleh keluar.
Masalah keperawatan : Koping keluarga inefektif, Kurang pengetahuan tentang fungsi obat

8. Mekanisme koping
Mekanisme koping klien yang adaptif yaitu berolah raga, sedangkan mekanisme koping yang maladaptif yaitu jika mempunyai masalah klien menghindar dari orang lain karena malas saja berbincang-bincang.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial.

9. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mengatakan kadang-kadang malas untuk berbincang dengan teman-temannya, klien mengatakan lingkungan klien biasa-biasa saja dan tidak ada masalah, pendidikan terakhir klien SMA dan klien mengatakan perasaanya biasa-biasa saja, akan tetapi klien mengatakan tidak bekerja dan mengatakan malu jika tidak bekerja secara terus-menerus, klien tidak ada masalah dengan ekonominya. Saat di rumah sakit klien tidak ada masalah baik dengan perawat maupun lingkungan teman-temannya, lingkungan klien saat ini kurang mendukung dalam mengajak klien berbincang-bincang maupun berkenalan.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial, Harga diri rendah

10. Pengetahuan
Klien mengatakan saat ini sedang mengalami gangguan jiwa dan sedang di rawat di rumah sakit, saat ini klien mengatakan tidak mengetahui penyebab, sistem pendukung, koping, obat-obatan maupun yang lainnya.

11. Aspek medik
Diagnosa medik : Skizoprenia
Terapi medik : Risperdal 2 x 2 mg/ hari, indikasi : diindikasikan untuk menangani schizophrenia akut dan kronik dan keadaan-keadaan psikotik lain. Efek samping : insomnia, agitasi, ansietas, sakit kepala, kelelahan, hipotensi dan dapat menyebabkan berat badan naik. Omega 3 1 x1 kapsul, indikasi : merupakan vitamin bagi tubuh.


Mahasiswa

( Wahyudin Sanjaya )


12. Analisa data
Inisial nama : Nn. K Ruang : R. Berry No.RM : 00042464
Tanggal/ jam Data focus Masalah keperawatan
21 juni 2010
Pukul 10:00 WIB






















21 juni 2010
Pukul 10:00 WIB









21 juni 2010
Pukul 10:00 WIB












21 juni 2010
10:00





21 juni 2010
10:00
Data subjektif :
• Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok dan masyarakat karena sibuk dan klien mengatakan malas untuk bergaul dengan tetangganya.
• Klien mengatakan kadang-kadang malas berbincang-bincang dengan orang lain karena teman-temannya saat ini sudah pulang
• Klien mengatakan jika mempunyai masalah kadang-kadang menghindar dari orang lain karena malas saja berbincang-bincang
• Klien mengatakan kadang-kadang malas berbincang-bincang dengan temannya.
Data objektif :
• Saat di observasi klien tampak banyak menyendiri, melamun dan klen tampak malas
• Klien tampak banyak menyendiri
• Tampak kadang-kadang klien menunduk saat berinteraksi.
• Pandangan mata klien kosong
• Tampak kontak mata klien kurang
• Tampak lingkungan klien kurang mendukung klien dalam mengajak klien berbincang-bincang

Data subjektif :
• Klien mengatakan malu sampai saat ini belum pernah bekerja
• Klien mengatakan saat ini belum bekerja dan malu jika tidak bekerja secara terus menerus
• Klien mengatakan perasaaannya biasa-biasa saja dengan statusnya sebagai perempuan.
Data objektif :
• Tampak kadang-kadang klien menunduk saat berinteraksi.
• Tampak kontak mata klien kurang

Data subjektif :
• Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit sering men dengar suara-suara orang bernyanyi dan pernah melihat bayangan-bayangan juga, klien mengatakan suara muncul saat malam hari dan saat mau tidur, waktu suara muncul hanya sebentar dan perasaanya biasa-biasa saja. akan tetapi saat ini klien sudah tidak mendengar suara-suara lagi.
Data objektif :
• Klien tampak sering menyendiri
• Klien tampak melamun dan tampak mundar-mandir.

Data subjektif :
• Klien mengatakan keluarganya jarang menjenguk dirinya ke rumah sakit
Data objektif :
• Kelurga klien tampak belum menjenguk klien ke rumah sakit.

Data subjektif :
• Klien mengatakan bahwa dirinya pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya
• Klien mengatakan saat ini di rumah tidak minum obat
• klien mengatakan tidak mengetahui penyebab, sistem pendukung, koping,
obat-obatan maupun yang lainnya.
Data objektif :
• Data dari status, klien di rawat di rumah sakit yang sama yaitu RS. Duren Sawit.
Isolasi sosial
























Harga diri rendah











Resiko tinggi gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
dan penglihatan










Koping keluarga inefektif





Penatalaksanaan regiment terapeutik inefektif














13. Pohon masalah
Resiko tinggi gangguan sensori persepsi :
Halusinasi pendengaran dan penglihatan




Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah

Penatalaksanaan regimen
terapeutik inefektif

Koping keluarga inefektif

B. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
4. Koping keluarga inefektif
5. Resiko tinggi gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan


C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi keperawatan
Diagnosa 1 : Isolasi sosial
Data subjektif : Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok karena malas, klien mengatatakan kadang-kadang malas berbincang-bincang dengan orang lain
Data objektif : Saat di observasi klien tampak menyendiri, klien tampak melamun, pandangan mata klien kadang-kadang kosong, kontak mata klien kurang.
Tujuan umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan khusus : Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri, klien mampu menyebutkan penyebab keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan 1 x 10 menit pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri dari: diri sendiri, orang lain dan lingkungan, keuntungan berinteraksi dengan orang lain, kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial klien
b. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
c. Diskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Latih klien cara berkenalan dengan satu orang
e. Anjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Pelaksanaan : SP 1
Tanggal 21 juni 2010, pukul 11:30 sampai 11:40 WIB, pertemuan ke-1: SP 1 Mendiskusikan dengan klien penyebab isolasi sosial, mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain, mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, melatih klien cara berkenalan dengan satu orang dan menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Evaluasi :
Tanggal 21 juni 2010, pukul 11:40 WIB
Subjektif : Klien mengatakan alasan tidak mau berbincang-bincang karena tidak ada teman dekat dan malas, klien mengatakan keuntungan berbincang-bincang yaitu banyak teman dan tidak sepi, klien mengatakan kerugian tidak berbincang-bincang dengan orang lain yaitu sepi, tidak ada teman dan tidak ada yang menolong. Klien mengatakan belum tahu cara berkenalan.
Objektif : Klien tampak mau berbincang-bincang, kontak mata klien kurang dan klien tampak kooperatif saat berbincang
Analisa : Klien mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi dan kerugian jika tidak berinteraksi namun belum mampu menyebutkan cara berkenalan.
Perencanaan : Ulangi SP 1 Isolasi sosial
Perawat : Latih klien cara berkenalan dan evaluasi jadwal kegiatan klien.
Klien : Anjurkan klien untuk melatih cara berkenalan sesuai yang telah diajarkan.
Pelaksanaan SP 1
Subjektif : Klien mengatakan alasan tidak mau berbincang-bincang karena tidak ada teman dekat dan malas, klien mengatakan keuntungan berbincang-bincang yaitu banyak teman dan tidak sepi, klien mengatakan kerugian tidak berbincang-bincang dengan orang lain yaitu sepi, tidak ada teman dan tidak ada yang menolong. Klien mengatakan belum tahu cara berkenalan.
Objektif : Klien tampak mau berbincang-bincang, kontak mata klien kurang dan klien tampak kooperatif saat berbincang
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan 1 x 10 menit pertemuan klien dapat menyebutkan cara berkenalan dan meyebutkan perasaan setelah belajar cara berkenalan.
Rencana tindakan :
a. Latih klien cara berkenalan
b. Anjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.


Pelaksanaan
Tanggal 21 juni 2010, pukul 14:20 sampai 14:30 WIB, pertemuan ke- 2: SP 1 Melatih klien cara berkenalan dengan satu orang dan menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan cara berkenalan dalam kegiatan harian.
Evaluasi :
Tanggal 21 juni 2010, pukul 14:30 WIB
Subjektif : Klien mengatakan alasan tidak mau berbincang-bincang karena tidak ada teman dekat dan malas, klien mengatakan keuntungan berbincang-bincang yaitu banyak teman dan tidak sepi, klien mengatakan kerugian tidak berbincang-bincang dengan orang lain yaitu sepi, tidak ada teman dan tidak ada yang menolong. Klien mengatakan cara berkenalan sebutkan nama, asalnya dan hobby.
Objektif : Klien tampak mau berbincang-bincang, kontak mata klien kurang dan klien tampak kooperatif saat berbincang
Analisa : Klien mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi dan kerugian jika tidak berinteraksi serta mampu menyebutkan cara berkenalan.
Perencanaan : Lanjutkan SP 2 Isolasi sosial
Perawat : Latih klien untuk mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang dan evaluasi jadwal kegiatan klien.
Klien : Anjurkan klien untuk mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain sesuai yang telah diajarkan.
Pelaksanaan SP 2
Subjektif : Klien mengatakan alasan tidak mau berbincang-bincang karena tidak ada teman dekat dan malas, klien mengatakan keuntungan berbincang-bincang yaitu banyak teman dan tidak sepi, klien mengatakan kerugian tidak berbincang-bincang dengan orang lain yaitu sepi, tidak ada teman dan tidak ada yang menolong. Klien mengatakan cara berkenalan yaitu sebutkan nama, asalnya dan hobby
Objektif : Klien tampak mau berbincang-bincang, kontak mata klien kurang dan klien tampak kooperatif saat berbincang.
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan 1 x 10 menit, klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan satu orang perawat dan mampu menyebutkan perasaannya setelah berhubungan sosial.
Rencana keperawatan :
1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
2. Berikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Bantu pasien memasukkkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Pelaksanaan :
Tanggal 22 juni 2010, pukul 08:30 sampai 08:40 WIB pertemuan ke-3 : SP 2 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien, memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang dan membantu pasien memasukkkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Evaluasi :
Tanggal 22 juni 2010, pukul 08:40 WIB.
Subjektif : Klien mengatakan nama saya K, nama brother siapa? Alamat saya ari ujung karawang, alamat brother di mana? Hobby saya olah raga, hobby brother apa?, Klien mengatakan perasaanya senang setelah berkenalan karena banyak teman.
Objektif : Klien tampak kooperatif saat berinteraksi, klien mampu berkenalan dengan satu perawat (Brother Nurdin), klien memasukkan kegiatan berkenalan kedalam jadwal kegiatan harian.
Analisa : Klien mampu melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan dengan perawat.
Perencanaan : Lanjutkan SP 3
Perawat : Anjurkan klien berkenalan dengan orang lain lebih dari 2 orang.
Klien : Evaluasi jadwal kegiatan pasien yang telah dilakukan.



Pelaksanaan SP 3
Subjektif : Klien mengatakan nama saya K, nama brother siapa? Alamat saya dari ujung karawang, alamat brother di mana? Hobby saya olah raga, hobby brother apa?, Klien mengatakan perasaanya senang setelah berkenalan karena banyak teman.
Objektif : Klien tampak kooperatif saat berinteraksi, klien mampu berkenalan dengan satu perawat, klien memasukkan kegiatan berkenalan kedalam jadwal kegiatan harian.
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan 1 x 10 menit, klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan 2 orang atau lebih perawat dan teman klien lainnya, serta mampu menyebutkan perasaannya setelah berhubungan sosial.
Rencana keperawatan :
1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
2. Berikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih : perawat dan klien.
3. Bantu pasien memasukkkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Pelaksanaan :
Tanggal 23 juni 2010, pukul 09:30 sampai 09:40 WIB, SP 3, pertemuan ke- 4 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien, memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih : perawat dan klien lainnya, dan membantu pasien memasukkkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain kedalam kegiatan harian pasien.
Evaluasi :
Tanggal 23 juni 2010, pukul 09:40 WIB.
Subjektif : Klien mengatakan nama saya K, nama ibu siapa? Alamat saya dari ujung karawang, alamat ibu di mana? Hobby saya olah raga, hobby ibu apa?, Klien mengatakan perasaanya senang setelah berkenalan karena banyak teman.
Objektif : Klien tampak kooperatif saat berinteraksi dengan temannya, klien tampak berkenalan dengan 2 orang : teman klien dan perawat, klien memasukkan kegiatan berkenalan kedalam jadwal kegiatan harian.
Analisa : Klien mampu melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan dengan teman klien dan perawat.
Perencanaan
Perawat : Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan berkenalan dengan lebih dari 1 orang sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
Klien : Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.



SP 1 Keluarga :Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, keluarga dapat menjelaskan tentang pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri, cara merawat klien menarik diri.
Intervensi : Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawata pasien, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 Keluarga : Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, keluarga dapat mempraktekkan cara merawat klien menarik diri.
Intervensi : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3 Keluarga : Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, keluarga dapat membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat.
Intervensi Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat atau (discharge planning). Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
Diagnosa 2 : Harga diri rendah
Tujuan umum: Klien memiliki konsep diri yang positif. Tujuan khusus I : Klien dapat membina hubungan percaya dengan perawat. Kriteria evaluasi: Setela 3 x pertemuan, klien menunjukan eksperesi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian kebutuhan dasar klien. Tujuan khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien menyebutkan: Aspek positif dari kemampuan yang dimiliki klien, aspek positif keluarga, aspek positif lingkungan klien. Intervensi : Diskusikan dengan klien tentang : Aspek positif yang dimilikii klien, keluarga, lingkungan, kemampuan yang dimiliki klien. Bersama klien buat daftar tentang : Aspek positif klien, keluarga, lingkungan, dan kemampuan yang dimiliki klien. Beri pujian yang realitis, hindarkan memberi penilaian negatif.
Tujuan khusus 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x interaksi klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan. Intervensi: Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan, diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanannya.
Tujuan khusus 4 : Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien membuat rencana kegiatan harian. Intervensi: Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien: kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien, beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
Tujuan khusus 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang dibuat. Intervensi: Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan, pantau kegiatan yang dilaksanakan klien, beri pujian atas usaha yang dilakukan klien, diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
Tujuan khusus 6 : Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga. Intervensi: Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah, bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat, bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

Diagnosa 3: Resiko Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Tujuan umum: Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: Setelah 3x pertemuan, klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ad kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip teraupetik : Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan perawat berkenalan, Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi, tunjukan sifat empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien, dan memperhatikan kebutuhan dasar klien,tanyakan perasaan klien dan masalah klien yang dihadapi, dengarkan dengan penuh perhatian, ekspresi perasaan klien.
Tujuan khusus 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien menyebutkan: isi, waktu, frekuensi, situasi, dan kondisi yang mendukung halusinasi. Intervensi : Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya, katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien. Diskusikan dengn klien isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang ), situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi : Marah, takut, sedih, senang, cemas atau jengkel. Intervensi : Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.
Tujuan khusus 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi : Idetifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi. Intervensi : Diskusikan cara yang digunakan klien : jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap ). Intervensi : Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi : katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (“saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap pada saat halusinasi terjadi”), menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun, meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi : Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien mengikuti aktivitas kelompok. Intervensi : Beri kesempatan untuk cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan klien mengikuti aktivitas kelompok, orientasi, realita dan stimulus persepsi.
Tujuan khusus 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat. Intervensi : Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat, dan topik). Kriteria evaluasi : Setelah 2 x pertemuan, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi : Diskusikan dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik), diskusikan dengan keluarga, pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberian untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.
Tujuan khusus 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi : Setelah 3 x pertemuan, klien menyebutkan : Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat.
Intervensi : Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Intervensi : Pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Kriteria evaluasi : Setelah 1 x pertemuan, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi ke dokter. Intervensi : Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.











BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis, akan membahas kesenjangan antara teori dan kasus pada isolasi sosial yang dilaksanakan mulai tanggal 21 – 23 Juni 2010 di Ruang Berry Rumah Sakit Duren Sawit Jakarta. Pembahasan dilakukan padasetiap proses asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam tinjauan teoritis dikatakan bahwa faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya isolasi sosial meliputi faktor perkembangan, faktor biologis, faktor komunikasi dalam keluarga dan faktor sosiokultural. Sedangkan pada kasus Nn. K faktor predisposisi yang menyebabkan klien isolasi sosial adalah dari aspek perkembangan, dimana klien tidak terpenuhi akan kebutuhan hidupnya karena klien sampai saat ini belum bekerja yang menyebabkan klien malu sehingga malas untuk berkomunikasi baik dengan tetangganya saat di rumah maupun dengan teman-temannya saat di rumah sakit. Sedangkan faktor predisposisi pada faktor biologis, faktor komunikasi dalam keluarga dan faktor sisiokultural tidak ditemukan pada kasus Nn. K karena tidak ditemukan data yang menunjang pada faktor biologis, komunikasi dalam keluarga maupun faktor sosisokultural.
Adapun mekanisme koping yang digunakan yang adaptif sesuai dengan teori yaitu berolah raga sedangkan mekanisme koping yang maladaptif yang klien gunakan jika klien memiliki masalah yaitu dengan cara menghindar dari orang lain dan orang sekitarnya. Adapun manifestasi klinis pada teori tentang isolasi sosial meliputi : tidak ada atau kurangnya komunikasi verbal, kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkugan), ekspresi wajah kurang berseri, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya, aktifitas menurun, postur tubuh berubah misalnya sikap janin (khususnya pada posisi tidur ), dan kurang spontan. Dari manifestasi klinis yang terdapat pada teori tetapi tidak ada pada kasus Nn. K yaitu postur tubuh berubah misalnya sikap janin (khususnya pada posisi tidur ). Namun klien mampu mengambil keputusan sederhana tanpa bantuan perawat seperi setelah bangun tidur klien langsung membereskan tempat tidur sebelum mandi.
Pada teori klien dengan isolasi sosial tidak ada tujuan khusus obat, sedangkan pada kasus Nn. K diberikan terapi obat Risperdal 2 x 2 mg dan omega 3 1 x 1 kapsul. Alasan klien diberikan obat tersebut karena klien masih memiliki gejala psikotik. Adapun pohon masalah klien sesuai dengan teori, akan tetapi bercabang karena penulis menemukan masalah lain yaitu penatalaksaan regiment teraupetik inefektif dan koping keluarga inefektif. Masalah tersebut muncul karena ada data yang menunjang untuk diangkatnya masalah tersebut.
Pada saat penulis melakukan pengkajian, faktor pendukung atau hal yang memudahkan penulis dalam melakukan pengkajian adalah bersedianya klien untuk berbincang-bincang, bersedianya perawat ruangan untuk memberikan onformasi tentang keadaan klien, adannya catatan medis tentang klien dan didukung oleh adanya format pengkajian yang biasa digunakan oleh mahasiswa untuk melakukam pengkajian pada aklien dengan gangguan jiwa.
Adapun faktor penghambatnya, dimana penulis mengalami hambatan dalam meyimpulkan data karena klien kurang terbuka dan tidak mengatakan keadaan yang sejujurnya, sebagai solusinya penulis berusaha membuat klien terbuka dengan meningkatkan hubungan saling percaya, melakukan kontak secara singkat dan sering, mempertahankan kontak mata, menepati janji dan memperhatikan kebutuhan dasar klien, penulis berusaha membuka topik pembicaraan terlebih dahulu terhadap klien dan juga dengan validasi dari status pasien yang ada di ruangan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarakan teori antara lain : resiko gangguan sensori persepsi, isolasi sosial dan harga diri rendah. Setelah dilakukan pengkajian dari tanggal 21 – 23 Juni 2010. Pada klien serta memvalidasi data yang didapatkan dari perawat ruangan serta kasus klien, penulis menemukan dignosa keperawatan isolasi sosial, harga diri rendah, resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan, koping keluarga inefektif dan penatalaksanaan regiment terapeutik inefektif. Diagnosa keperawatan yang berbeda dengan teori tetapi terdapat pada kasus yaitu penatalaksanaan regiment terapeutik inefektif dan koping keluarga inefektif. Diagnosa koping keluarga inefektif muncul karena Klien mengatakan keluarganya jarang menjenguk dirinya ke rumah sakit
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang muncul dapat berbeda walaupun dengan masalah keperawatan yang sama. Dalam menegakkan diagnosa, penulis menemukan hambatan yaitu kurangnya data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Solusi penulis yaitu dengan melakukan pengkajian melalui observasi langsung sesuai kondisi klien secara terus- menerus dan dengan pengkajian melalui perawat ruangan.

C. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditegakkan, maka selanjutnya penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan prioritas masalah. Dari semua diagnosa keperawatan yang ditegakkan menurut prioritas masalah yaitu : Isolasi sosial, resiko tinggi gagguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran dan penglihatan, harga diri rendah, penatalaksanaan regiment terapeutik inefektif dan koping keluarga inefektif.
Pada tahap perencanaan tindakan keperawatan ini, penulis membuat perencanaan terlebih dahulu kemudian kriteria hasil dan rencana keperawatan yang disesuaikan dengan teori yang diperoleh dari sumber buku atau literatur serta bekerja sama dengan perawat ruangan sehingga penulis dapat membuat rencana sesuai dengan diagnose keperawatan yang muncul pada kasus ataupun teori serta sesuai dengan kebutiuhan klien.
Pada rencana keperawatan, penulis merumuskan tindakan keperawatan sesuai denga literatur yang ada dan mengelompokannya dengan diagnosa keperawatan yang ada.

D. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan masih dibutuhkan klien dan sesuai dengan kondisinya saat ini ( here and now).
Pada tahap ini, penulis mengacu pada reencan keperawatan yang disusun dengan memprioritaskan masalah yang ada pada Nn. K dan disesuaikan dengan kondisi klien. Implementasi dilakukan mulai tanggal 21 sampai dengan 23 Juni 2010 dari pukul 07:00 - 14:00 WIB.
Diagnosa pertama yaitu isolasi sosial, penulis sudah melakukan sampai Sp III yaitu : SP Ip : klien mampu membina hubungan saling percaya dengan dengan perawat, klien mampu menyebut penyebab isolasi sosial dan mampu menyebut keuntungan berhubungan sosial serta mampu serta mampu kerugian isolasi sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan dengan orang lain. Dilakukan sebanyak satu kali pertemuan karena pada pertemuan pertama klien mampu bekerja sama. SP II : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan dengan satu orang. SP III : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan lebih dari satu orang : perawat dank lien lainnya. Namun penulis belum dapat melaksanakan implementasi pada keluarga karena waktu yang diberikan untuk melakukan asuhan keperawatan pada Nn. K hanya tiga hari dan selama penulis dinas tidak tampak keluarga yang datang untuk mengunjungi.
Pada tahap pelaksanaan, penulis tidak menemukan faktor penghambat, sedangkan faktor pendukung pada tahap pelaksanaan yaitu klien dapat kooperatif dan bekerja sama selam dilakukan tindakan keperawatan.


E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Aziz Alimul Hidayat, 2001).
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Pada pelaksanaan evaluasi keperawatan pada Nn. K dilakukan dengan menggunakan evaluasi sumatif , dimana evaluasi dilakukan tiap hari dengan melihat perubahan perilaku klien sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Implementasi yang dilakukan pada Nn. K dengan isolasi sosial telah dilakukan mulai dari SP 1 sampai dengan SP 3 dengan hasil sebagai berikut, SP 1 : Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial, mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian tidak berhubungan sosial serta mampu menyebutkan cara berkenalan. SP 2 : Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan berkenalan dengan satu orang perawat. SP 3 : Klien mampu melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan lebih dari satu orang : perawat dan klien lainnya. Adapun faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya kerja sama antara penulis dan perawat ruangan serta klien yang kooperatif.
Sedangkan faktor penghamba yang ditemukan adalah waktu yang diberikan untuk melakukan asuhan keperawatan hanya tiga hari, sehingga penulis belum dapat mengimplementasikan SP keluarga. Solusi yang penulis lakukan adalah dengan meningkatkan kerjasama dengan perawat ruangan.














BAB V
PENUTUP
Setelah penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus, maka dalam bab ini penulis akan menyampaikan atau memberikan kesimpulan dan saran yang mungkin berguna dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial yang telah dilakukan pada tanggal 21 – 23 Juni 2010.
A. Kesimpulan
Hasil pengkajian pada Nn. K yang dilakukan melalui format pengkajian keperawatan jiwa, penulis mendapatkan data pada kasus Nn. K dengan faktor predisposisi yang menyebabkan klien isolasi sosial adalah dari aspek perkembangan, dimana klien tidak terpenuhi akan kebutuhan hidupnya yang menyebabkan klien malu sehingga malas untuk berkomunikasi baik dengan tetangganya saat di rumah maupun dengan teman-temannya saat di rumah sakit. Sedangkan faktor predisposisi pada faktor biologis, faktor komunikasi dalam keluarga dan faktor sisiokultural tidak ditemukan pada kasus Nn. K karena tidak ditemukan data yang menunjang pada faktor biologis, komunikasi dalam keluarga maupun faktor sosisokultural.
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, maka pohon masalah dan dignosa keperawatan yang ada terdapat perbedaan yaitu didalam teori hanya ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi, isolasi sosial, dan harga diri rendah sedangkan pada kasus ditemukan 5 diagnosa keperawatan, diantaranya 3 diagnosa sama dengan teori namun yang berbeda adalah koping keluarga inefektif dan penatalsanaan regiment terapeutik inefektif.
Perencanaan yang disusun untuk Nn. K dibuat berdasarkan standar asuhan keperawatan secara teoritis. Dalam perencanaan penulis menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas utama dan masalah keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien.
Dalam melakukan implementasi keperawatan, penulis telah melakukan implementasi pada klien Nn. K berdasarkan diagnosa prioritas yaitu isolasi sosial. Dalam hal ini penulis telah menyelesaikan implementasi mulai dari SP 1 dimana klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri, klien mampu menyebutkan penyebab keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain serta dapat menyebutkan cara klien dalam berkenalan. SP 2 yaitu dimana klien mampu melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan cara berkenalan dengan satu orang perawat dan mampu menyebutkan perasaannya setelah berhubungan sosial dan SP 3 yaitu klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap dengan 2 orang atau lebih perawat dan teman klien lainnya, serta mampu menyebutkan perasaannya setelah berhubungan sosial. Sementara untuk diagnosa keperawatan lainnya penulis belum dapat melakukan implementasi keperawatan.
Pada pelaksanaan evaluasi keperawatan pada Nn. K dilakukan dengan menggunakan evaluasi sumatif , dimana evaluasi dilakukan tiap hari dengan melihat perubahan perilaku klien sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, klien dapat melakukan kegiatan bersosialisasi secara bertahap dengan cara berkenalan dengan satu orang atau lebih : perawat dan klien lainnya. Adapun faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya kerja sama antara penulis dan perawat ruangan serta klien yang kooperatif.
Adapun faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya kerjasama antara penulis dengan perawat ruangan serta klien yang cukup kooperatif, sedangkan faktor penghambat penulis adalah waktu yang diberikan untuk melakukan asuhan keperawatan hanya tiga hari, sehingga penulis belum dapat mengimplementasikan SP keluarga. Solusi yang penulis lakukan adalah dengan meningkatkan kerjasama dengan perawat ruangan dalam melanjutkan implementasi yang telah dilakukan.
B. Saran
Dalam kesempatan ini, penulis akan memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa, khususnya dengan masalah isolasi sosial antara lain :
1. Mahasiswa hendaknya mempersiapkan diri sebelum berinteraksi, baik dalam hal ilmu pengetahuan maupun secara mental agar dapat memudahkan dalam membina hubungan saling percaya bersama klien ( trust ).
2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan keperawatan yang seoptimal mungkin dalam hal pengkajian maupun tindakan dalam jangka waktu 3 hari atau sesuai yang telah ditetapkan oleh pihak institusi.
3. Mahasiswa diharapkan dalam melakukan asuhan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik, bersikap sopan, sabar dan menerima klien apa adanya serta lebih memperhatikan dan membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar