Halaman

Minggu, 06 Februari 2011

PARKINSON

DEGENERATIF PARKINSON


I. KONSEP DASAR
A.DEFINISI
Parkinson adalah gangguan neurologik progresif yang mengenai pusat otat yang bertanggung jawab mengontrol dan mengatur gerakan.
(Brunner & Suddarth,KMB vol 3.2001)

Parkinsonisme adalah kelainan system ekstrapiramidal yang paling sering ditemukan dan mempunyai beberapa sebab.
(Sylvia A Price,Lorraine M.Wilson.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6,2005)

Parkinson adalah kelompok kelainan neurology yang ditandai oleh hipokinesia,tremor,dan rigiditas muscular.
(Kamus Kedokteran Dorland Edisi 25,1998)

Kesimpulan
Parkinson merupakan suatu penyakit gangguan neurologik yang mengenai pusat otak dengan kelainan system ekstremitas dengan manifestasi klinis yang bervariasi.






B. PATOFISIOLOGIS
1. Etiologi
Pada kebanyakan pasien penyebab penyakit ini tidak diketahui.Penyakit Parkinson ini lebih sering terjadi pada kelompok usia lanjut ,terutama pada usia 60 tahun.
Penyebab utama penyakit Parkinson ini adalah hilangnya neuron pigmen di dalam substasia nigra pada otak ( substansia nigra merupakan kumpulan nucleus otak tengah yang memproyeksikan serabut-serabut korpus striatum ).
Pada bagian otak tengah ini sistem saraf pusatnya adalah dopamine. Dopamine ini mempunyai fungsi sangat penting dalam menghambat gerakan pada pusat control gerakan.

2. Manifestasi Klinis
Manifestasi utama penyakit Parkinson adalah gangguan gerakan,kaku otot,tremor,kelemahan otot dan hilangnya reflek postural. Tanda awal meliputi kaku ekstermitas dan menjadi kaku pada semua bentuk gerakan.
Bersamaan dengan berlanjutnya penyakit ini,mulai timbulnya tremor kepala dan tangan. Kepala membungkuk ke depan,berdiri kaku,kehilangan berat badan.mengeluarkan air liur,kemudian ke bagian tubuh lainnya.
Adapun manifestasi lainnya mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif,persepsi dan penurunan daya ingat.Sedangkan psikologisnya perubahan kepribadian,dimensia dan kompusia akut.

3. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Parkinson ini dilihat dari imobiilisasi seperti pneumonia,infeksi saluran perkemihan dan jika penderita terjatuh dapat menyebabkan kematian.
Selain itu penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi gangguan fungsi pernapasan,gangguan okulomotorius ( pandangan yang kabur ). Kelelahan dan nyeri otot juga dialami oleh penderita Parkinson.

C. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan medis
2. Farmakoterapi
Terapi obat-obatan untuk penderita penyakit Parkinson mencakup : antihistamin, antikolinnergik, amantidin hidroklorida,levodopa,uinhibitor monoamine
oksidasi ( MAO )dan antidepresi.
Antihistamin menpunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan,dapat membantu dalam menghilangkan tremor.
Terapi antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor asetilkolin pada system saraf pusat. Efek sampingnya seperti : penglihatan kabur,wajah kemerahan,ruam pada wajah.konstipasi,retensi urin dan kondusi akut.
Amantadin hidroklorida sebagai agen antivirus yang digunakan pada awal pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan,tremor dan bradikinesia. Efek samping terdiri dari konfusi,halusinasi,muntah,adanya tekanan pada epigastrium ,pusing,dan gangguan penglihatan.
Terapi Levodopa,yang diubah dari (MD4)L (MD40-Dopa menjadi dopamine pada basal ganglia. Dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat di dalam sel-sel substansia nigra menjadi hilang yaitu pada pasien dengan penyakit Parkinson. Bisa saja gejala yang hilang diperoleh akibat kadar dopamine yang lebih tinggi yang ada bersamaan dengan levodopa. Levodopa selalu diberikan dalam kombinasi dengan inhibitor boksilase,karbidopa ( simenet ), yang memungkinkan konsentrasi levodopa lebih besar untuk mencapai otak dan menurunkan efek samping perifer.
Diskinesia ( gerakan involunter abnormal ) adalah efek samping yang hampir umum,dan meliputi wajah meringis,gerakan tangan menjejak berirama,gerakan kepala singkat,gerakan mengunyah dan memukul dan gerakan involunter batang tubuh dan ekstremitas.
Devirat Ergoet-Agonis Dopamin. Agens-agens ini dianggap menjadi agonis reseptor dopamine,agens ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada pasien yang mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.
Pergolid ( permax) adalah egens paling baru dari klasifikasi ini. Agens ini sepuluh kali lebih poten daripada bromokriptin,walaupun demikian terapi ini umumnya tidak dipilih.
Inhibitor MAO, Eldepril adalah salah satu perkembangan farmakoterapi dalam penyakit Parkinson. Obat ini menghambat pemecahan dopamine,sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai.
Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang biasanya juga terjadi pada penyakit Parkinson.

3. Intervensi Pembedahan
Meskipun banyak pendekatan yang berbeda telah menjadi subjek riset saat,penatakaksanaan pada penyakit Parkinson masih menjadi penyelidikan dan controversial. Pada beberapa pasien yang cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat,pembedahan dapat dilakukan. Walaupun pembedahan dapat mengurangi gejala pada pasien tertentu,namun hal ini tidak menunjukkan perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanent. Prosedur pembedahan stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi.
Transplantasi saraf pada medulla adrenal pasien ke dalam basal ganglia efektif dapat mengurangi gejala pada sebagian kecil pasien. Transplantasi sel-sel saraf menggunakan jaringan fetus telah dicoba,tapi prosedur ini masih menjadi perdebatan. Penelitian tentang pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan.

II. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan pengkajian berfokus pada bagaimana penyakit mempengaruhi aktivitas pasien dan kemampuan berfungsi. Pasien diobservasi mengenai apakah mereka dapat melakukan dan apakah terjadi perubahan dalam fungsi. Respon-respon setelah pemberian medikasi juga diperhatikan. Pasien ditanyakan apakah meraka mengalami perubahan atau tidak. Pertanyaan berikut dapat membantu :

Apakah anda mengalami kekakuan tangan dan kaki ?
Apakah anda mengalami sentakan tidak teratur pada ttangan atau kaki ?
Apakah anda mengalami ‘beku’ atau terpaku dan tidak mampu bergerak ?
Apakah air yang dikeluarkan dari mulut anda berlebihan ?
Pernahkah anda ( orang lain ) melihat diri anda meringis atau membuat gerakan wajah atau mengunyah ?
Aktifitas fisik apa yang sukar anda lakukan ?
Selama pengkajian ini,pasien diobservasi pada saat bergerak,berjalan,atau minum.

2. Diagnosa keperawatan
Hampir setiap pasien dengan gangguan gerakan mengalami beberapa perubahan fungsi dan dapat mengalami disfungsi perilaku. Berdasarkan data pengkajian,diagnosa keperawatan pasien utama meliputi :
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot
kurangnya perawatandiri ( makan,minum,berpakaian
hygiene ) yang berhubungan dengan tremor dan gangguan motorik
konstipasi yang berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktifitas
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tremor,pelambatan dalam proses makan, kesukaran mengunyah dan menelan
kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan volume bicara, pelambatan bicara, ketidakmampuan menggerakkan otot-otot wajah
disfungsi karena perkembangan penyakit
Diagnosa keperawatan lain mencakup gangguan pola tidur,kurang pengetahuan,perubahan proses berfikir, dan koping keluarga yang tidak efektif.





3. Perencanaan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot
Tujuan :meningkatnya kekuatan dan mengurangi kelemahan otot
Kriteria hasil :Kekuatan otot meningkat
Kelemahan otot teratasi
Intervensi mandiri :
 Latihan jalan
 Latihan meregang
 Latihan postural
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pelambatan proses makan,kesukaran mengunyah dan menelan
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : berat badan normal
masalah nutrisi teratasi

Intervensi mandiri :
 Anjurkan klien untuk makan porsi kecil tapi sering
 Anjurkan klien untuk banyak minum untuk mencegah mulut yang kering
Intervensi kolaboratif :
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT
3. Konstipasi yang berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktivitas
Tujuan : masalah konstipasi teratasi
Kriteria hasil : pola eliminasi klien baik
Intervensi mandiri :
 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas ringan seperti berjalan
Intervensi kolaboratif :
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian supositoria

4. Implementasi
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan kolaborasi dan membantu pencapaian tujuan yang ditetapkan memfasilitaskan koping.
Tahapan tindakan ada 3 diantaranya:
Persiapan :
Perawat menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan keperawatan yaitu review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap intervensi. Menganalisa, pengetahuan kemampuan dan yang diperlukan untuk mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin timbul.
Menentukan kelengkapan serta menyiapkan lingkungan yang kondusif, mengidentifikasi aspek hukum, dan kode etik terhadap etika terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
Intervensi :
Pelaksanaan keperawatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dan adapun sifat tindakan keperawatan yaitu; independent,interdependen, dan dependen.
Dokumentasi :
Mendokumentasi suatu proses keperawatan secara
lengkap dan akurat.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian,analisa, intervensi dan implementasi keperawatan adapun tahap- tahap evaluasi antara lain:
Mengukur pencapai tujuan dilihat dari kongnitif,
afektif, dan psikomotor.
Membandingkan data yang sudah ada dengan
pencapaian tujuan komponen untuk mengevaluasi
kualitas implementasi keperawatan antara lain.


Formatif :
Evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan
untuk membantu keefektifan tindakan secara
berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
Somatif :
Evaluasi yang diperlukan rencana keperawatan
dilakukan pada akhir tindakan keperawatan
secara objektif, fleksibel, dan efisien.


























MIASTENIA GRAVIS

I . KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Miastenia gravis adalah gangguan transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang ( volunteer )
2. PATOFISIOLOGI
1. Etiologi
Dasar ketidaknormalan pada Miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi inpuls syaraf menuju sel-sel otot karna kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70% sampai 90% reseptor aseltilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap langsung melawan reseptor aseltilkolin (AChR) yang merusak trasmisi neuromuskular.

2. Manifestasi klinis.
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan,yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Pasien dengan penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga yang sedikit seperti menyisir rambut, mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan segalanya untuk istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai dengan otot yang terpengaruh. Otot-otot simestris terkena, umumnya itu dihubungkan dengan syaraf kranil. Karena otot-otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul adalah Diplopia (penglihatan ganda) dan Ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karna otot-otot wajah terkena. Pengaruhnya terhadap laring menyebabkan Disfonia (gangguan suara) dalam membentuk bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata. Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi. Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20% mengeluh lemah pada tangan dan otot-otot lengan, dan biasanya berkurang, pada otot kaki mengalami kelemahan, yang membuat pasien jatuh. Kelemahan diafragma dan otot-otot intrakostal progresif menyebabkan gawat napas, yang merupakan keadaan darurat akut.

3.PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Penatalaksanaan Miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengelurkan sirkulasi antibodi. Teraapi mencakup agens-agens antikolinesterase dan terapi imunosupresif, yang terdiri dari plasmaferesisdan timektomi.
Agens-agens antikolinesterase. Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relative tersedia pada persimpangan neuromuscular. Mereka di berikan untuk meningkatkan respons otot-otot terhadap impuls syaraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi simtomatik.
Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromide (Mestinon), ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin bromide (Prostigmine).
Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini menghasilkan efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak dapat tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan.
Obat-obat antikkolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi penyangga makanan lainnya. Efek samping mencakup kram abdominal, mual, muntah, dan diare. Dosis kecil atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping. Efek sammping lain dari terapi antikolinesterase mencakup efek samping pada otot-otot skelet, seperti adanya fasikulasi (kedutan halus), spasme otot dan kelemahan. Pengaruh terhadap system saraf terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia (tidak dapat tidur), sakit kepala, disatria (gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing, kejang dan koma. Peningkatan ekskresi saliva dan keringat, meningkatnya sekresi bronchial dan kulit lembab, dan gejala-gejala ini sebaiknya juga dicatat.
Terapi imunosupresif ditentukan untuk tujuan menurunkan produksi antibody antireseptor atau mengeluarkan langsung melalui perubahan plasma. Terapi imunosupresi mencakup kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi. Terapi kostikosteroid dapat menguntungkan pasien dengan miastenia yang umumnya berat. Kostikosteroid digunakan mereka dengan efek terjadinya penekanan respon imun pasien , sehingga menurunkan jumlah penghabatan antibody.
Pertukaran plasma (plasmaferesis) adalah teknik yang memungkinkan pembuangan selektif plasma dan komponen plasma pasien. Sel-sel yang sisa kembali dimasukan. Penukaran plasma menghasilkan reduksi sementara dalam titer sirkulasi antibody.
b. Pembedahan
Pasien dengan miastenia gravis dapat dilakukan timektomi
( pengangkatan timus ), yaitu mabuka stermun kerena selua limus harus dibuang. Tindakan ini mecegah pembentukan pembentukan reseptor antibody.
 Klisis miastenik adalah awitan tiba-tiba kelemahan otot pada pasien mistenia dan biasanya akibat dari kekurangan medikasi atau tanpa medikasi kolinergik sama sekali.
 Klinis kolinergik disebabkan oleh kelebihan obat-obatan kolinergik atau agens antikholinesterase,selain itu pasien juga mengalami gangguan gastrointestinal seperti mual.muntah,diare,berkeringat,peningkatan produksi saliva dan bradikardi.






IV. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pasien miastenia gravis selalu dikelola di luar rumah sakit yang membutuhkan tes diagnostic atau untuk penatalaksaan gejala atau komplikasi. Riwayat kesehatan dan pengkajian berfokus pada klien dan pengetahuan keluarga tentang penyakit dan program pengobatan perlu dikaji.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian,diagnosa keperawatan potensial pasien meliputi hal berikut :
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunteer
 Resiko terhadap aspirasi berhubungan dengan kelemahan otot bulbar
Diagnosa lain mencakup resiko terjadinya cedera nerhubungan dengan kelemahan otot volunteer,tidak toleran terhadap aktivitas;bersihan jalan nafas tidak efektif;cemas,perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan gangguan cairan tubuh.

3. Intervensi Dan Implementasi
Mandiri :
1.Memperbaiki fungsi pernapasan
2.Meningkatkan mobilitas fisik
3.Meningkatkan komunikasi
4.Memberikan perawatan mata
5.Mencegah aspirasi

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mencapai fungsi pernapasan yang adekuat
a. Menunjukakan frekuensi dan kedalaman pernapasan normal dan kekuatan otot normal
b. Mentaati jadwal medikasi yang ditetapkan
c. Menyatakan bahwa tas resusitasi dan pengisapan portable digunakan di rumah
d. Menghindari situasi yang dapat mencetuskan flu dan infeksi yang dapat memperberat gejala
2. Beradaptasi pada kerusakan mobilitas
a. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang
b. Mengidentifikasi tindakan untuk menghemat energi : melakukan sendiri
c. Menggunakan alat-alat bantu
d. Menetapkan dan mentaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot
3. Tidak mengalami aspirasi
a. Menunjukkan bunyi nafas normal
b. Makan dengan lambat dan memilih diet ( lunak ) yang sesuai
c. Menetapkan jadwal medikasi yang sesuai dengan waktu makan
4. Mengalami pemulihan krisis miastenik dan kolinergik
a. Menyebutkan tanda dan gejela krisis
b. Menaati program medikasi
c. Menggunakan gelang waspada medikasi











DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddart ( 2001 ) . Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta : EGC

Engram,Barbara.( 1998 ). Rencana Asuhan Kererawatan Medikal Bedah.vol 2 . Jakarta : EGC

Price E. Suzanne . ( 2004 ). Patofisiologi . Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar